EMPIRISME, POSITIVISME,
PRAGMATISME, DAN FENOMENOLOGI
Disusun Oleh:
Maya Rezka Amalia NIM.
170101040086
Nursidah NIM.
170101040537
Siti
Misbah NIM.
170101040108
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pengertian empirisme, positivisme, pragmatisme, Fenomenologi.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Pengertian empirisme, positivisme, pragmatisme, Fenomenologi ini dapat memberikan manfaat maupun pembelajaran terhadap pembaca.
Banjarmasin, Maret 2018
Tim Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian empirisme........................................................................................... 2
2.2 Pengertian positivisme......................................................................................... 4
2.3 Pengertian pragmatisme....................................................................................... 5
2.4 Pengertian Fenomenologi..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.............................................................................................................. 8
3.2 Kritik dan Saran................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Emipirisme adalah aliran yang tak mau berfilsafat,aliran ini mengatakan
bukanlah budi yang menjadi sumber dan pangkal pengetahuan,melainkan indra atau
pengalaman.Positivisme menurut aliran ini supaya ada masyarakat baru yang
teratur haruslah terlebih dahulu diperbaiki jiwanya dan budinya.Pragmatisme
adalah penyesuan dengan objeknya yang tak mungkin dibuktikan satu satunya
ukuran pemikiranan ialah guna nya untuk
mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.Fenomenologi Maka analisis ini menunjukan kepada kita,bahwa kedasaran itu
sungguh-sungguh selalu terarahkan kepada objek.Oleh karenanya yang diselidiki
itu susunan kesadaran itu sendiri,maka haruslah nampak objek dalam
kesadaran(gejala-fenomena)maka gejala ini diselidiki pulaSungguh tidaknya obyek
itu tidaklah masuk ke dalam penyelidikan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dimaksud dengan empirisme?
2. Apa saja yang dimaksud dengan positivisme?
3. Apa saja yang
dimaksud dengan Pragmatisme?
4. Apa saja yang
dimaksud dengan Fenomenologi?
1.3
Tujuan penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan empirisme
2. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
positivisme
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
pragmatisme
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
fenomenologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Empirisme
Yang berlawanan
dengan rasionalisme adalah empirisme.Aliran ini mengatakan bahwa bukanlah budi
yang menjadi sumber dan pangkal penggetahuan,melainkan indra atau
pengalaman.Aliran ini memandang bahwa filsafat tidak ada gunanya bagi
hidup.Sedangkan yang berguna adalah ilmu yang diperoleh melalui
indra(pengalaman), dan hanya pengetahuan inilah yang pasti benar.[1]
Sementara itu ilmu
terus maju,hasil penyelidikan dapat menolong umat manusia,kemajuan dianggap
orang tak berhingga.Anggapan orang terhadap filsafat amat berkurang,sebab
dianggap sesuatu yang tak berguna bagi hidup.Ternyata dalam ilmu,pengetahuan
yang berguna,pasti dan benar itu diperoleh orang melalui indrannya.Empirilah
yang memegang peranan penting bagi pengetahuan malahan barangkali satu-satunya
dasar pendapat di atas itu disebut empirisme.[2]
Jelaslah bahwa
aliran ini tidak mau berfilsafat,tetapi ada pula yang berfilsafat dan
mengadakan sistem, antra lain:
1. Francis
Bacon(1210-1292)
Ia sudah mempunyai
minat terhadap filsafat sejak muda,akan tetapi dewasanya ia menjadi menjabatan
pangkatan-pangkatan yang tinggi dikerajaan inggris.Sebagai pejabat tinggi ia
tidak selalu mengutamakan kebenaran,apakah guna pengetahuan,jika tak berrmanfaaat?bukanlah
renungan yang luhur-luhur yang bermanfaat dan bukan itu pulalah yang penting
bagi hidup,melainkan fakta!Dari itu pengetahuan yang sebenarnya tentu saja
pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indranya dengan dunia
fakta,alam.Pengalamanlah sumber pengethuan yang sejati.
Dengan demikian bagi
Bacon cara mencapai pengetahuan itupun segera nampak dengan jelasnya,haruslah
pengetahuan itu dicapai dengan mempergunakan induksi.Dalam hidup ini orang
masih juga mempergunakan hal-hal yang umum dan mutlak,masih mempergunnakan
agam,bahasa,tetapi sebetulya itu kekeliruaan belaka,khayalan.Bacon
mempergunkanistilah idol.(Yunani eidol-khayal,kekeliruan,hantu)Demikian Bacon
membuka pintu gerbang yang luas bagi empirisme.
2.
Thomas Hobbes(1588-1679)
Minatnya semula
terarah pada kesusastraandan filsafat.Terutama ia mengikuti
nominalisme.Bukanlah yang abstrak dan umum yang sunggu-sungguh ada,pngertiann
umum itu hanya nama belaka,yang sesungguhnya ada ialah hal sendiri.Adapun hal
ini hanya tercapai pengenalannya dengan persentuhan indra.Hanya kalau dapat
disenuh dengan indra itulah suatu tanda kebenaaran dan kesungguhnya,pengetahuan
kita tak mengatasi pengindraan;dengan kata lain,pengetahuan yang benar hanyalah
pengetahuan indra saja.
Ada yang menyebut
Hobbes itu penganut sensualisme,karena ia amat mengutamakan sensus(indra)dalam
pengetahuan.Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia dianggap salah satu dari
penganut empirisme yang mengatakan bahwa persentuhan dengan indra(empiri)itulah
yang menjadi pangkalan dan sumber pengethuan.
3.
John Locke(1632-1704)
Locke hendak
menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia,sammpai kemanakah ia dapat mencapai
kebenaran dan bagaimanakah ia dapat mencapai itu.Dalam pada itu ia menerima
seperti Descartes dualisme:Substansi yang berpikir dan yang berkeluasaan:dunia
jiwa dan dunia bahan.Ia mempergunakan istilah sensation dan reflection.Reflection
itu pengalamaan intitutif serta memberi pengetahuan kepada manusia lebih
baik,lebih penuh daripada sensation.Sensation merupakan sesuatu yang mempunyai
hubungan dengann dunia luar,tetapi tak dapat meraihnya dan tak dapat
mengerti sesunguhnya.Tetapi tanpa
sensationn manusia tak dapat juga suatu ppengettahuan.Tiap-tiap pengetahuan itu
terjadi dari kerjasam antara sensation dan reflection.Tetapi haruslah ia mulai
dengan sensation,sebab jiwa mmanusia itu waktu dilahirkan meupakan ang bersih tabula
ras,tak ada bekal dari siapapun yang merupakan idea inntae.
4.
David Hume(1711-1776)
Dalam filsafatnya ia merupakan empiris yang
konsekwen ia menganalisa pengertian substansi.Seluruh pengrtahuan itu tak lain
dari jumlah pengalaman kita.Dlam budi kita tak ada suatu idea yang tidak sesuai
dengan impression yang disebabkan ‘hal’diluar kita.Apa saja yang merupakan
pengetahuan itu hanya dissebabkan oleh ppengalam ‘Hal’nya sendiri tak dapat
kita kenal,kita hanya mendapat
impression itu.Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat
atau gejala-gejala dari hal tersebut.Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian
sesuatu yang tetap-substansi-itu tidak lain dari peenggulangan pengalaman yang
ddemikian acapkalinya,sehingga kita menganggap mempunyai pengertian tentang
suatu hal,tetapi sebeetulnya tak adalah itu.Sunstansi itu hanya
anggapan,khayal,sebenarnya tak ada!
Begitu pula pengertian lainnya yang tetap dan
umum semuanya tak ada halnya.Kita tak mengetahuai,kesebaban,yang kita kenal
hanya urutan-urutan kejadian,misalnya:Pukulan dan kemudian kita rasa sakit,oleh
karena kita kerap kali merasa sakit setelah ada pukulan,maka kemudian ada
assosiasi antara pukul dan sakit kita mengatakan,bahwa yang menyebabkan sakit
itu pukul.Tetapi sebenarnya tidak ddemikian,Itu hanya anggapan kita saja.
Walaupun bagaimana permacam-macamanyang terapat
pada pendapat-pendapat ahli pikirfilsafat empirisme,semuanya melenyapkan
kedaulatan rasio atau budi.Adapun empirisme sama sekali tak mengakui kebenaran
dan dasar keumuman,walaupun demikian empirisme ini berguna juga dalam filsafat
pada umumnya.[3]
2.2
Pengertian Positivisme
Sementara itu di
prancis juga timbul aliran yang disebut orang positivisme,yang ditokohi oleh A.Comte(1798-1857).Menurut
dia supaya ada masyarakat baru yang teratur haruslah lebih dahulu diperbaiki
jiwa dan budi.Adapun budi menirut Commte mengalami tiga tingkatan,dan tingkatan
itu terdapat juga pada hidup tiap-tiap manusia,pun pada sejarah ilmu semua.[4]
Adapun budi itu
mengalami tiga tingkatan,yaitu:
1.
Tingkatan teologis,yang
menerangkan segala sesuatunya dengan pengaruh dan sebab-sebab yng melebihi
kodrat.
2.
Tingkatan metafisis,yang
hendakk menerangkan segala sesuatu melalui abstrak.
3.
Tingkatan positif,yang
hanya memerhatikan yang sungguh-sungguh dan sebab akibat yang sudah ditentukan[5]
Masa sekarang ini
haruslah mengabdikan ilmu yang disebutnya positif.Disamping matematika,fisika
dan biologi dalam ilmmu kemasyarakatan pun semangat positif ini harus
dimasukkan.Apa yang tidak positif itu tidak dapat kita alami dan dalam pada itu
baiklah orrang mengatakan,bahwa ia tidak tahu saja.[6]
Banyak tokoh
positivisme,antara lain:H.Taine(1828-1893)yang mendasarkan diri positivismenya
pada illmu jiwa,sejarah,politik dan kesustraan.Emile Durkheim(1858-1917)yang
menjadikan positivisme sebagai asas sosiologis.John Stuart
Mill(1806-1873)filsuf inggris ini menggunakan sistemm positivisme pada ilmu
jiwa,logika,dan kesusilaan.[7]
2.3
Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme biasa
nya dikatakan berkembang di Amerika,tetapi di Eropa pun tak asinglah.Hans Val
Hinger(1852-1933)haruslah dimasukan pada golongan penganut pragmatisme.Bagi dia
tahu itu hanya mempunyai arti praktis.Penyesuian dengan objeknya tak mungkin
dibuktikan ;satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya(Yunani:pragma –guna)untuk
mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.Segala pengertian itu sebenarnya buatan
semata-mata;jika pengertian itu berguna untuk menguasai dunia ,bolehlah dianggap benar,asal orang tahu saja bahwa
kebenaran itu tidaklah lain daripada’kekeliruan yang berguna’saja.
Vaihinger sendiri
menyebut filsafatnya bukan pragmatisme,adapun ttimbulnya pragmatisme yang
sebenarnya ialah di U.S.A.Diajukan oleh CH.S.Peirce(1839-1914)dikembangkan dan
dipaparkan lebih lanjut dan mendalam oleh Dewey(1858-1952)dibawah ini beberapa
ahli pikir yang dappat dimasukkan pada golongan penganut pragmatisme:
1.
William James(1842-1910)
Pengertian atau
putusan itu benar,jika pada praktek dapat dipergunakan.Putusan yang tak dapat
dipergunakan itu keliru!kebenaran itu sifat pengertianatau putusan bukanlah
sifat halnya.Pengertian atau putusan itu benar,tidak saja jika terbuktikan
artinya dalam keadaan jasmani ini,akan tetapi jika bertindak(dapat
dipergunakan)dalam lingkungan ilmu,seni,agama.
2.
John dewey(1859-1952)
Adalah sesuatu yang
tetap.Manusia itu bergerak dalamm kesungguhan yang selalu berubah.Jika ia dalam
pada itu menjumpai kesulitan itu.Maka dari itu berpikir tidaklah lain daripada
alat untuk bertindak.Pengertian itu lahir dari pengalaman.Kebenarannya hanya dapat
ditinjau dari berhasil atau tidaknya mempengaruhi kesungguhan.Dalam pendidikan
Dewey banyak pengaruhnya.[8]
2.4 Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi itu
ciptaan Husserl(1859-1939)ia sendiri terpengaruh oleh
Brentano(1838-1917).Filsafat husser memang mengalami perkembangan yang agak
lama.Pada mulanya ia berfilsafat tentang ilmu pasti,tetapi kemudian sampai
jugalah ia kepada renungan tentang filsafat pada umumnya serta dasar-dasarnya
sekali.Seperti dulu Descartes ia berpendapat bahwa adanya bermacam-macam aliran
dalam filsafat yang satu sama lain bertentangan itu,karena orang tidak mulai
dengan metode dan dasar permulaan yang dipertanggung jawabkan.Maka dari itu
haruslah dicari suatu metode yang memungkinkan kita berpikir,tanpa mendasarkan
pikiran itu kepada suatu pendapat terlebih dahulu.Biasanya orang berpikir
setelah mempunyai suatu teori atau pendirian sendiri.Itu tidak benar,demikian
Husserl,orang harus mulai dengan
mengamat-amati hal sendiri tanpa dasar suatupun,ia memerlukan analisis
kesadaran.Maka analisis ini menunjukan kepada kita,bahwa kedasaran itu
sungguh-sungguh selalu terarahkan kepada objek.Oleh karenanya yang diselidiki
itu susunan kesadaran itu sendiri,maka haruslah nampak objek dalam
kesadaran(gejala-fenomena)maka gejala ini diselidiki pulaSungguh tidaknya obyek
itu tidaklah masuk ke dalam penyelidikan.Yang harus dicari sekarang ialah yang
sungguh-sungguh merupakan inti sarinya,ada pun yang diluar inti sari itu tidak
dihiraukan.Tetapi bukanlah ini ddengan cara abstrak seperti ajaran tomisme,melainkan
inti itu tercapai oleh intuisi:inti itu terpandangi oleh budi.Demikian
terdapatlah inti susunan kesadaran.Akan tetapi ini lain dari kesadaran
empiri,ini kesadaran transendental.
Max
Schele(1874-1928)ia pun mengunnakan metode Husserl itu tidaklah diusahakanya
untuk menganalisis dan menerangkan lebih lanjut hal mengerti serta
gejala-gejalanya.Yang diutamakannya ialah penyelidikan secara fenomenologis
etika dan filsafat agama.
Hartmann(1882-1950)menurut
dia ternyatta dari analisis secara fenomenologi bahwa pada pengetaahuan subyek
dan obyek itu berhadap-hadapan .Obyek menentukan sifat pengetahuan.Soal pertama
yang harus diselesakan oleh filsafat ialah soal ada.karena dalam ilmu maupun
dalam hidup sehari-hari orang selalu bertemu dengan soal ada itu.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu
sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan.
Istilah fenomenologi dalam bahasa Yunani disebut dengan phainomenon yang
berarti “apa yang tampak” dan logos yang berarti studi.
Sedangkan, istilah fenomenologi dalam bahasa Latin disebut dengan phenomenologia yang
dikenalkan oleh Christoph Friedrich Oetinger Kemudian, Johann
Heinrich Lambert mengenalkan istilah fenomenologi dalam bahasa
Jerman dengan nama phanomenologia. Pada abad ke-18, fenomenologi
dimaksudkan sebagai teori dasar penampakan untuk mengkaji secara empiris
mengenai pengetahuan penampakan sensori.
3.2
Kritik dan Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media
untuk memahami diantara sumber aliran filsafat modern yang biasa memberikan
kekuasaan bagi adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman, jadikanlah makalah
ini sebagai pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan, jadikan
acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah untuk menampung ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Suhartono
Suparlan,Dasar-dasar filsafat,(Yogyakarta:AR-Ruzz Media,2007)
Poedjwijatma,Pembimbing
kearah alam filsafat,(Jakarta:PT-Aksara,1983)
Poedjawijatna,Pembimbing
ke arah alam filsafat,(Jakarta:PT.Pembangunan,1978)
Komentar
Posting Komentar