( Syarat dan Rukun Nikah )
Di Susun Oleh :
KELOMPOK
Siti Misbah
|
170101040108
|
Gita Sonia Arianti
|
170101040451
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupahan kejadian yang akan terjadi didalam kehidupan manusia.
Hal ini bertujuan menghasilkan keturanan. Pernikahan adalah bersatunya dua
insan yang berbeda namun satu misi dan visi dalam membangun bahtera rumah
tangga.
Menurut undang-undang No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Yang Maha Esa.
Dalam pernikahan ada hal-hal berupa Syarat dan Rukun yang harus dipenuhi
untuk menyempurnakan pernikahan. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan apa
saja Syarat dan Rukun dalam pernikan yang disyariatkan agama islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Nikah ?
2. Apa sajaSyarat Nikah
?
3. Apa saja Rukun Nikah ?
C.
Tujuan penulisan
Tujuan makalah ini untuk
memenuhi tugas makalah mata kuliah Fiqih diharapkan makalah ini dapat menambah
wawasan kita tentang pernikahan. Dan dapat mengetahui apa saja syarat dan rukun
dalam pernikahan.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr Wb.
Segala puji hanya milik Allah
SWT. Dia-lah yang telah memberikana kami nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan makalah dalam bentuk yang sangat sederhana ini.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Fikih sebagai
bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami. Namun, kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kesalahan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata
Kuliah Fikih yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam. Wr Wb.
Banjarmasin,
Februari 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
a.
Latar Belakang Masalah................................................................ 1
b.
Rumusan Masalah......................................................................... 1
c.
Tujuan Penulisan........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
a.
Pengertian Nikah...........................................................................
2
b.
Syarat Syarat Nikah...................................................................... 5
c.
Rukun Nikah................................................................................. 6
BAB III PENUTUP.............................................................................. 10
a.
Kesimpulan................................................................................. 10
b.
Saran........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 12
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian nikah
Setiap makhluk hidup pasti akan bekembang biak dan
mempunyai keturunan itu sudah mutlak ada untuk makhluk hidup. Yang bertujuan
untuk mempunyai keturan agar garis keturanannya tidak berhenti disitu.
Firman
Allah SWT:
“Dan segala
sesustu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengigat(kebesaran Allah).”(Adz-Dzariyat [51]:49).
“Mahasuci(Allah)yang
telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan,baik dari apa yang ditumbuhkan
oleh bumi dan dari diri mereka sendiri,maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui.”(Yasin[36]:36).
Berpasang-pasangan
merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah swt. Bagi mahluk-Nya sebagai
sarana untuk memperbanyak (melanjutkan) keturunan
dan mempertahankan hidup,yang mana,masing-masing pasangan telah diberi bekal
oleh Allah swt,untuk mencapai tujuan tersebut dengan sebaik mungkin..[1]
Firman Allah SWT:
“Hai
manusia,sesungguhnya kami mennciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal.” (Al-Hujurat 13).
“Hai sekalian manusai,bertakwa-lah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu,dan daripadanya Allah
menciptakan isterinya;dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak.”(An-Nisa
1).
Sebagai
makhluk yang berakal manusia berhak berbeda dengan mahkluk yang lain ( binatang
), manusia haruslah mempunyai aturan dan syarat dalam membuat keturanan agar
tidak disamakan dengan makhluk lainnya. Dan Allah telah membuat hal semacam itu
dengan sempurnanya, karna Allah tidak ingin manusia sama dengan halnya binatang
yang tidak mempunyai batas dalam nafsunya.
Dengan adanya aturan dan syarat tersebut
manusia bisa menjaga harga diri dan kehormatan nya. Oleh karena itu Allah telah
menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang suci,
yaitu pernikahan yang terjalin atas dasar saling ridho diantara calon suami dan
calon istri.[2]
Dengan adanya pernikahan wanita akan terhindar
dari nafsu laki-laki selain suami nya. Pernikahan juga termasuk ibadah yang
luar biasa dan sumber ladang amal bagi wanita maupun laki-laki.
1.
Anjuran untuk menikah
Dalam pernikahan ada anjuran-anjuran yang
harus dipenuhi. Anjuran-anjuran tersebut adalah:
a.
Sunah para nabi.
a. “Ada empat hal yang termasuk sunnah para
Rasul, yaitu: Malu, Memakai minyak wangi
bersiwak dan Menikah.” (HR.Tirmidzi)
b. Pernikan merupakan bagian dari karunia Allah
swt.
a. Menikah merupakan salah satu tanda kekuasaan
tanda Allah swt
b. Firman Allah SWT:
c. “dan (ingatlah kisah) Zakariya, tatkala ia
berdoa kepada tuhan nya: ‘Ya Rabbu-ku janganlah engkau biarkan aku hidup
seorang diri (tanpa ketrunan) dan engkaulah ahli waris yang terbaik. {90} Maka
kami kabulkan (doa)nya, dan kami anugerahkan Yahya, dan kami jadikan istrinya
(dapat mengandung)...” (QR. Al-Ambiya 89-90)
c. Salahsatu kekuasan Allah.
d.
Syariat islam memberitahukan
bahwa Allah swt akan memberi kemudahan dan kecukupan bagi orang yang menikah.
e.
Perempuan merupakan sasuatu yang terbaik yang ada disisi seseorang
lelaki.
f.
Menikah merupakan ibadah yang dapat menyempurnakan agama seseorang
musli dan dia dapat menghadap Allah.[3]
2.
Hikmah pernikaan
a.
Pernikahan merupakan sarana terbaik untuk menyalurkan naluri yang
seksual secara syah.
Penikahan dapat menjauhkan manusia dari rasa gelisah
dapat menjaga pandangan mata dari sesuatu yang dilarang, dan beralih pada
sesuatu yang dihalalkan Allah swt.Berfirman yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasannya-nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya,dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”(Q.S.Ar-Rum 21).
b.
Pernikahan sarana terbaik untuk mendapat keturunan yang syah .
“Kawinilah adis Rasulullah saw,bersabda,
perempuann yang penuh kasih sayang dan dapat memberikan keturunan(subur)karena
sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya diri kalian para nabi pada
hari kiamat”.(HR.Baihaki)
c.
Naluri kebapakan dan keibuaan akan terus berkembang dan semakin
semprna setelah lahirnya seorang anak.
d.
Rasa tanggung jawab untuk menafkahi keluaraga dan mengayomi
anak-anak dapat menumbuhkan semangat untuk berkerja dan menampakkan
kreatifitasnya.
e.
Rasa tanggung jawab untuk mengurus rumah tangga.
f.
Pernikahan menyatukan kekeluaagaan,menumbuhkan jalinan kasih sayang
diantara dua keluarga.
g.
Pernikahn dapat memperpanjang usia.[4]
3.
Hukum pernikan
a) wajib
Pernikahan wajib bagi mereka yang mampu
memberi nafkah dan siap lahir dan batin. Dan ia khawatir akan menimbulkan dosa jika ia tidak segara
menikah.
Firman Allah SWT:
“Dan
orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaknya menjaga
kesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya”(An-Nur 33).
a)
Sunnah
Bagi
seseorang yang memungkinkan dan mampu untuk melangsungkan pernikahan tapi dia
masih mampu untuk menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan maka nikah
baginya hukumnya sunnah.
Sabda Nabi Saw:
“wahai para pemuda, barang siapa diantar
kamu telah mampu memberikan nafkah , maka menikahlah. Karena menikah itu lebih
dapat menyelamatkan dari pandangan mata, dan lebih menjaga fajr (kemaluan).”
(HR.Mutafaq Alaih)
b)
Haram
Bagi
seseorang yang dipastikan dia tidak akan mampu memberi nafkah kepada
keluarganya baik secara lahir mauun batin ,maka menikah baaginyya hukumnya
adalah haram.
c)
Makruh
Seseorang
yang tidak bisa memberi nafkah lahir dan batin,tapi perempuan yang akan
dinikahinya mau menerima kondidinya,karena dia tergolong orang yang kaya dan
syahwatnya tidak begitu besar ,maka menikah baginya hukumnya makruh.
d)
Mubah
Hukum menikah menjadi mubah jika
faktor-faktor yang mengharuskan maupun menghalangi terlaksananya pernikahan
tidak ada pada diri seseorang. [5]
B. Syarat Nikah
Syarat sahnya pernikahan
merupakan ketentuaan yang harus dipenuhi agar pernikahan yang dilaksanakan
dinyatakan syah dan diakui secara hukum sehingga hak dan kewajiban yang
berkenaan dengan pernikahan dapat diakui.Dengan kata lain,pernikahan dinyatakan
syah apabila sudah memenuhi dua syarat berikut ini.
a. Perempuan ynag akan dinikahi adalah perempuaan
yang halal untuk dijadikan sebagai istri artinya,perempuaan itu bukanlah
perempuaan yang haram untuk dinikahi,baik haram untuk sementara waktu maupun
haram untuk selamanya.
b. Adanya saksi yang menyaksikan proses akad
pernikahannya. Mengenai hal ini ada tiga pembahasan, Yaitu:
1. Hukum saksi dalam pernikahan
Mayoritas ulama sepakat bahwa pernikahan tidak
sah kecuali jika dilakukan dengan jelas dan dihadiri oleh saksi ketika akad
nikah dilangsungkan[6]
“Pernikahan dinyatakan tidak syah, kecuali jika ada walinya(orang yang
menikahkan)dan dua orang saksi yang adil.(H.R.Tirmidzi)
2. Syarat menjadi saksi
Syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi saksi
di dalam pernikahan adalah bahwa dia adalah orang yang berakal,baliq,dapat
mendengarkan ucapan kedua pihak yang melakukan akad,serta memahami maksud
ucapan dala akad(ijab kabul pernikahan).
Hukum kesaksiaan perempuan
3. Mazhab Syafi’i dan Hambali
Bahwa orang yang menjadi saksidalam pernikahan
harus laki-laki.Apabila akad nikah disaksikan oleh seorang laki-laki dan dua
orang perempuan ,maka akadnya tidak sah.Seperti hadis yang diriwayatkan Abu
Ubaid bahwa Zuhri berkata
“Telah lewat dalam sunnah Rasulullah
saw.Bahwa perempuan tidak boleh menajadi saksi dalam urusan tindakan
pidana,pernikahan,dan talak”(H.R.Ibnu Abi Syaibah)[7]
C. Rukun Nikah
Rukun, adalah hal yang wajib ada untuk
menentukan sah tidak nya suatu pekerjaan ataupun ibadah yang akan dikerjakan.
Sedangkan rukun nikah ada 3 yaitu :
1. Calon Suami
Hendaklah sang suami beragama Islam karna tidaklah sah
jika yang menikah berbeda agamanya
2. Calon Istri
Adanya sang mempelai perempuan
3. Sigat (akad)
Perkataan dari wali perempuan kepada pihak
laki-laki seperti halnya “Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama...” dan
pihak laki-laki wajib menjawab “Saya terima nikahnya...”. boleh juga didahului
oleh perkataan simempelai laki-laki “Nikahkanlah saya dengan anakmu.” Wali dari
perempuan menjawab “Saya nikahkan engkau dengan anak saya” kerana maksud nya
sama.Tidah sah akad nikah kecuali dengan lafaz nikah, tazwij atau
terjemahan dari keduanya.[8]
Akad nikah boleh diwalikan selama itu oleh persetujuan san mempelai laki-laki.
Rasulullah saw bersabda:
”Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan.
Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah dan kamu halalkan kehormatan merreka
dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim)
Syarat sempurnanya akad nikah
a) Orang yang melakukan akad adalah orang yang
berakal, balig, dan merdeka.
b) Masing masing orang yang melakukan akad
memiliki hak atau wewenang untuk melaksanakannya.
Yang dimaksud dengan “kalimat Allah” dalam
hadis diatas ialah Al Qur’an, dan dalam Al Qur’an tidak disebutkan dua kalimat
tersebut itu ( nikah dan tazwij), maka harus dituruti agar tidak salah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa akad sah dengan hal yang lain, asal
maknanya sama dengan dua hal tersebut, karena asal lafaz akad tersebut ma’qul
makna, tidak semata-mata ta’abbudi.
4. Wali (wali si perempuan)
Yaitu ayah calon istri ,atau washiy(yang
diwasiati)atau kerabat yang menuru urutan paling dekat kemudian ishbah calon(keturunan
dari ayah)atau orang yang beriman dari kalangan keluarganya,atau dari kalangan
keluarga.
Syarat-syarat wali:
a. Merdeka
b. Berakal sehat
c. Dewasa
d. Beragama islam [9]
Tidaklah sah perwalian perempuan jika diwalikan oleh
saudara jauh jika wali yang dekat masih hidup.
Rasulullah saw bersabda:
“barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak
dengan se izin walinya, maka pernikhan batal.” (HR. Empat oang ahli
hadis, kecuali Nasai)
“janganlah perempuan menikahkan perempuan yang lain,
dan kangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ibnu
Majah dan Daruqutni)
5. Dua orang saksi
Rasulullah saw bersabda:
“tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi
yang adil.”(HR.Ahmad)
Syarat menjadi saksi: seorang saksi haruslah ia orang yang berakal, baliq,
dapat mendengarkan ucapan kedua pihakyang melakukan akad ( tidak tuli), dan
paham maksud ucapan ijab qabul.
Jika saksi adalah orang yang buta hendaklah ia dapat mengenal dengan baik
suara dari kedua orang yang melakukan akad dan yakin agar terhindar dari
keraguan.
Mazhab syafi’i dan hambali berpendapat jika
saksi haruslah laki-laki. Apabila saksi adalah seorang laki-laki dan dua orang
perempuan maka tidaklah sah akad tersebut. Diriwayatkan Abu Ubaid bahwa Zuhri
berkata “ telah lewat dalam sunnah Rasulullah saw, bahwa perempuan tidak
boleh menjadi saksi dalam urusan tindak pidana, pernikahan dan talak” (HR.Ibnu
Majah)
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa dalam akad
nikah tidaklah hanya lak-laki saja namun [10]kesaksian
dua orang laki-laki dan dua orang perempuan adalah cukup
Firman
Allah SWT.
“dan persaksian dengan dua orang saksi
laki-laki diantar kamu . jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang
laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi...” karna pernikahan sama dengan jual beli, maka persaksian
perempuan dinyatakan sah jika disertai laki-laki.
Hal-hal yang berkenaan dengan duua orang saksi:
a. Hendaknya berjumlah dua orang atau lebih
b. Keduanya harus orang adil
c. Karena kurangnya keberadaan orang-orang yanf
adil dimasa sekarang ini,maka dianjurkan memperbanyak jumlah saksi.
BAB III
KESIMPULAN
Berpasang-pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh Allah
swt. Bagi mahluk-Nya sebagai sarana untuk memperbanyak(melanjutkan)keturunan
dan mempertahankan hidup,yang mana,masing-masing pasangan telah diberi bekal
oleh Allah swt. Melalui
pernikahan hal itu akan terlaksa. Dalam pernikahan ada syarat dan rukun dalam
perikahan, yaitu:
Syarat Nikah:
a. Perempuan yang akan dinikahi halal untuknya
b. Adanya saksi
Rukun Nikah:
a. Calon
suami
b. Calon istri
c. Akad
d. Wali
e. Dua orang saksi
Dengan memnuhi Syarat dan Rukun yang
telah ditetapkan maka sahlah pernikhan tersebut. Agar lebih mendapatkan pahal
yang besar hendaklah pernikahan didasari saling ridho dan berniat untuk
beribadah dalam bentuk pernikahan yang telah ditentukan oleh Allah SWT
sebagaimana para rasul terdahulu.
SARAN
Kami mohon maaf
jika ada kesalahan dari makalah yang kami ini masih banyak perlu dikoreksi. Maka
dari itu kami minta kritik dan saranya jikalau ada kekurangan dengan makalah
kami. Dari makalah yang kami susun diatas kami mengharapkan mahasiswa dan
mahasiswi dapat memahami apa-apa saja
syarat-syarat dan rukun nikah itu,dan
kami berharap mudah-mudahan makalah ini bermnfaat untuk kita semua,Amin Ya
Rabbal’alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq Sayyid. 2008. Fikih Sunnah 3,Jakarta: Cakrawala Publishing.
Sabiq Sayyid.2008. Fikih Sunnah 7,Bandung:
PT. Alma’arif
Rasyid, Sulaiman. 2017. Fiqih Islam,
Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.
Jabir, Abu Bakar. 1991. Minhajul Muslim,
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Zabruddin dan Jaber Muhammad. 2008. Al-
Islam 2 Muamal dan Akhalaq,Bandung:Aditama.
[2]Sabiq Sayyid,Fikih sunnah 3(Jakarta,Cakrawala Publishing,2008),hlm
197
[3]Sayiyid Sabiq,Fikih sunnah3(Jakarta,Cakrawala Publishing,2008),hlm 199-201
[4]Sabiq Sayyid,Fikih Sunnah 3(Jakarta:Cakrawala
Publishing,2008),Hal 205-208
[5]Sabiq Sayyid,Fikih Sunnah 3(Jakarta:Cakrawa Publishing,2008),hlm
208-211
Komentar
Posting Komentar