Langsung ke konten utama

Makalah Hadis-Hadis Tentang Dosa-Dosa Besar (AL-KABA’IR)


HADIS-HADIS TENTANG DOSA-DOSA BESAR (AL-KABA’IR)

DISUSUN
OLEH:
HENDRIK HIDAYAHNTO                   170101040444
M. RASYID HIDAYAT                         170101040233


KATA PENGANTAR
Description: Description: images
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dan Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sampai akhir hayat. Dalam kesempatan ini akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Hadits yang berjudul “Hadits-hadits Tentang Dosa-dosa Besar”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang dan sebagai motivasi bagi kami untuk lebih baik kedepannya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen pengampu mata kuliah. Semoga Allah SWT, membalas amal kebaikannya. Jazaakumullah khairon . Aamiin.
Dengan segala pengharapan dan doa semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Barakallahu fiikum,
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.




Banjarmasin,     Maret 2018


Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I      PENDAHULUAN............................................................................................
1.1. Latar belakang........................................................................................
1.2. Rumusan masalah...................................................................................
1.3. Tujuan penulisan.....................................................................................
BAB II     PEMBAHASAN..............................................................................................
2.1. Syirik, Durhaka kepada Orang Tua, Membunuh, dan Saksi palsu......
a. Syirik..........................................................................................................
b. Durhaka kepada orang tua.........................................................................
c. Membunuh Jiwa.........................................................................................
d. Saksi Palsu.................................................................................................

2.2. Perintah Menjahui Tujuh Dosa Besar...................................................
a. Mempersekutukan Allah............................................................................
b. Berbuat sihir..............................................................................................
c. Membunuh yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak...................
d. Makan harta riba.......................................................................................
e. Makan harta anak yatim............................................................................
f. Melarikan diri dari pertempuran................................................................
g. Menuduh wanita mu’minat yang sopan (bekeluarga) dengan zina...........
BAB III    PENUTUP.......................................................................................................
3.1. Simpulan.................................................................................................
3.2. Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... iii




BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Manusia adalah maakhluk Allah SWT yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lainnya. Mereka diberi akal untuk berfikir, memilih mana yang hak dan yang bathil, tapi sering kali manusia tidak menggunakan akalnya untuk berfikir apakah tindakan yang diambil itu perbuatan yang dilarang agama atau tidak.
Kebaikan yang dimiliki manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah SWT berfirman didalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ 31.
bÎ) (#qç6Ï^tFøgrB tÍ¬!$t6Ÿ2 $tB tböqpk÷]è? çm÷Ytã öÏeÿs3çR öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íhy Nà6ù=ÅzôçRur WxyzôB $VJƒÌx. ÇÌÊÈ  
31. jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).

Dari ayat di atas, jelas terdapat dua macam dosa, yakni dosa besar dan dosa kecil. Jelas pula bahwa Allah SWT berjanji bahwa jika seorang hamba menjauhkan diri dari dosa-dosa besar, maka Allah SWT memaafkan kesalahan/dosa kecil yang pernah dilakukannya. Haruslah kita ingat bahwa terdapat prasyarat untuk terpenuhinya (janji Allah SWT itu) yakni, semua yang fardlu (wajib) seperti halnya shalat, zakat, dan puasa, harus tetap dikerjakan dengan tertib dan teratur, sambil terus berusaha menjauhi dosa-dosa besar, sebab meninggalkan yang fardlu itupun tergolong melakukan dosa besar. Jadi, jika seorang hamba melaksanakan semua yang diwajibkan (fardlu) dan meninggalkan perbuatan dosa besar maka Allah SWT akan memaafkan dosa-dosa kecilnya.
Dosa adalah segala perbuatan yang bertentangan dengan kehendak dan perintah Allah SWT. Sampai disini belum dibedakan besar kecilnya dosa. Abdullah bin Abbas berkata, “ Setiap perbuatan menentang ajaran Islam adalah dosa besar.” 


1.2. Rumusan Masalah
a.      Menjelaskan hadits dalam kitab Al Lu’lu wal Marjan no 55 ?
b.      Menjelaskan hadits dalam kitab Al Lu’lu wal Marjan no 56 ?


1.3. Tujuan Penulisan
a.    Tujuan umumnya untuk menambah ilmu pengetahuan tentang penjelasan hadits lebih mendalam dan lebih rinci.
b.    Tujuan Khususnya yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hadits dari dosen pengampu Bpk Abdul Hafiz Sairazi, SHI, MHI..





BAB II
PEMBAHASAN

Dosa-dosa besar adalah segala sesuatu yang yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Atsar orang-orang sholeh di masa lampau (Seperti para sahabat Nabi maupun Tabi’in). Adapun dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu. Durhaka kepada orang tua , membunuh orang muslim dan bersaksi palsu. Seperti yang dijelaskan dibawah ini :

2.1 Syirik, Durhaka kepada Orang Tua, Membunuh, dan Saksi palsu
1.      Riwayat Hadits ( LM : 55 )

حديث أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْكَبائِرِ قَالَ: الإِشْراكُ بِاللهِ، وَعُقوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَشَهادَةُ الزّورِ
(أخرجه البخاري في: 52 كتاب الشهادات: 10 باب ما قيل في شهادة الزور)

Terjemahan   :
Hadits Anas ra. berkata: “Ketika Nabi saw. ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau menjawab: “Syirik mempersekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua ayah-bunda, dan membunuh jiwa (manusia), dan saksi palsu.” (Bukhari, Muslim)

2.       Sababul Wurud
Dalam kitab Riyadhus Shalihin dijelaskan, bahwa ketika Nabi menjelaskan tentang dosa syirik dan durhaka terhadap kedua orang tua, beliau dalam keadaan bersandar, namun kemudian beliau duduk untuk menunjukan betapa pentingnya masalah yang akan dibahasnya, yaitu tentang dosa saksi palsu. Beliau terus mengulang-ulanginya, sampai para sahabat berkata, “Semoga Rasulullah segera diam”.

3.      Biografi Perawi
Anas bin Malik, nama lengkapnya adalah Anas bin Malik ibnu Nazhar Al-Anshary Al-Khazary. Dia menerima 2.286 hadis.
Ia adalah pelayan Rasulullah SAW dan telah mengabdi kepadanya selama 10 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 92 atau 93 atau tahun 100 H.
Ali Ibn Ju’di dari Syu’bah dari Tsabit berkata, “ Abu Hurairah berkata ‘ aku tidak melihat seorang pun yang menyerupai shalat Rasulullah kecuali Ibn Ummu Sulaim ( Anas Ibn Malik) ‘.
Al-Anshari berkata “ telah menceritakan kepada kami Ibn ‘Awf dari Musa Ibn Abbas bahwa Abu Bakar ketika menjadi khalifah mengutus Anas Ibn Malik untuk datang ke Bahrain sebagai pengurus (gubernur) disana, padahal Anas Ibn Malik masih berusia muda. Menurut Abu Bakar, ia mengutusnya karena Anas Ibn Malik adalah cerdik dan seorang penulis wahyu “. Menurut Ali Ibn Al-Madini,” Anas termasuk seorang sahabat yang paling lama tinggal di Bashrah dibandingkan sahabat Rasulullah SAW lainnya “.



4.      Penjelasan (syarah) Hadits
Dalam hadits di atas diterangkan empat macam dosa besar, yakni menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh jiwa manusia tanpa hak dan menjadi saksi palsu.


a.       Musyrik (menyekutukan Allah)
Mempersekutukan Allah atau syirik dikategorikan sebagai dosa yang paling besar yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Orang yang  syirik diharamkan untuk masuk surga, sebagaimana firman Allah SWT
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #uŽtIøù$# $¸JøOÎ) $¸JŠÏàtã ÇÍÑÈ  
48. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisaa : 48)

ôs)s9 txÿŸ2 šúïÏ%©!$# (#þqä9$s% žcÎ) ©!$# uqèd ßxŠÅ¡yJø9$# ßûøó$# zOtƒótB ( tA$s%ur ßxŠÅ¡yJø9$# ûÓÍ_t7»tƒ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) (#rßç6ôã$# ©!$# În1u öNà6­/uur ( ¼çm¯RÎ) `tB õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ ôs)sù tP§ym ª!$# Ïmøn=tã sp¨Yyfø9$# çm1urù'tBur â$¨Y9$# ( $tBur šúüÏJÎ=»©à=Ï9 ô`ÏB 9$|ÁRr& ÇÐËÈ  
72. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Al-Maidah : 72).[1]

            Dosa tersebut yaitu menyamakan sesuatu dengan Allah SWT. Misalnya menyembah berhala, pohon-pohon, matahari bulan dan lainnya.[2]
        

b.      Durhaka Kepada Orang Tua
Maksudnya adalah tidak berbakti kepada keduanya. Setiap anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya sesuai kemampuannya. Ia wajib menaati mereka selama bukan untuk kemungkaran dan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Dalam Al-qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan keharusan berbuat baik terhadap orang tua. Menurut Ibn Abas, dalam Al-Qur’an ada tiga hal yang selalu dikaitkan penyebutannya dengan tiga hal lainnya, sehingga tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan lainnya, yaitu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dirikan shalat dan keluarkan zakat, bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orang tua.
Hal itu menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di hadapan Allah SWT, sehingga Rasulullah SAW. bersabda:
Keridaan Allah itu terletak pada keridaan kedua ibu bapaknya dan kemurkaan Allah itu terletak pada kemurkaan kedua ibu bapak pula”. (HR. Muslim, Hakim, dengan syarat Muslim)

Rasulullah Saw juga bersabda :
“Tidak Akan masuk syurga orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, yang menunjuk-nunjukan pemberiannya dan orang yang kecanduan minuman keras.” [3]
           
            Durhaka kepada orang tua adalah dosa besar yang sangat dibenci Allah SWT, sehingga adzabnya disegerakan Allah didunia.[4] Sebagaimana dalam riwayat Hakim-Sebagai hadist Dhaif, Nabi Muhammad Saw bersabda “Semua dosa diakhirkan hukumannya sekehendak Allah hingga ke hari kiamat, kecuali dosa karena durhaka kepada orang tunya, yang demikian dicepatkan hukumannya bagi yang melakukannya”

c.       Membunuh
Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan tanpa hak dengan sengaja. Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan ke neraka jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 93 yang artinya:
“Barang siapa yang membunuh orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.”

Dan Nabi SAW. bersabda:

ﺇﺬﺍﺍﻟﺘﻘﻰ ﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﻦ ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ٬ ﻓﺎﻟﻘﺎﺘﻝ ﻭﺍﻟﻤﻘﺘﻭﻝ ﻓﻲﺍﻟﻨﺎﺭ٬ﻫﺫﺍ ﺍﻟﻘﺎﺗﻞ٬ ﻓﻣﺎﺒﺎﻞ ﺍﻟﻣﻘﺗﻭﻞ؟ ﻗﺎﻞ׃ ﻷﻨﻪ ﻛﺎﻦ ﺣﺭﻳﺻﺎ ﻋﻟﻰ ﻗﺗﻞ ﺻﺎﺣﺑﻪ.

Artinya: “Jika dua orang lelaki Muslim berjumpa membawa pedangnya masing-masing (dengan tujuan untuk saling membunuh), maka pembunuhnya dan yang terbunuh akan sama-sama masuk neraka. Lalu beliau ditanya oleh seorang sahabat: Ya Rasulullah, benarlah jika pembunuh ini masuk neraka, tetapi mengapakah pula orang yang terbunuh itu turut sama masuk neraka? Nabi SAW. menjawab: Sebab yang terbunuh itu berusaha pula untuk membunuh kawannya yang telah membunuhnya itu.” (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad)[5]

Menurut Imam Abu Sulaiman, cara yang demikian itu jika dalam bentuk saling membunuh itu perlu kepada penjelasan. Sehingga jika ada dua orang (kelompok) yang saling berusaha untuk membunuh yang lainnya atas dasar fanatisme atau untuk mendapatkan harta keduniaan dan berebut pangkat. Adapun orang yang membunuh untuk membela isterinya (keluarganya diancam), maka orang-orang tersebut tidak termasuk hadits di atas.

d.      Saksi Palsu
Imam An-Nawawi di dalam kitabnya Riyadhus Shalihinmencantumkan “Bab Larangan Memberikan Kesaksian Palsu.” Penulis menjelaskan bahwa kesaksian palsu adalah seseorang yang memberikan kesaksian suatu peristiwa yang ia ketahui, tetapi bertentangan dengan kenyataannya. Seseorang memberikan kesaksian sebuah kejadian dan ia tidak mengetahui kesaksiannya sesuai dengan fakta yang sebenarnya atau justru bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Seseorang mengetahui bahwa kejadian sebenarnya adalah seperti ini, tetapi ia memberikan kesaksian yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Ketiga macam bentuk persaksian ini hukumnya haram dan seseorang tidak boleh memberikan kesaksian kecuali sesuai dengan fakta yang ia ketahui dan dengan cara yang benar.


2.2  Perintah Menjahui Tujuh Macam Dosa Besar
1.      Riwayat Hadits ( LM : 56 )

حديث أَبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقاتِ قَالُوا: يا رَسُولَ اللهِ وَما هُنَّ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِناتِ الْغافِلاتِ
أخرجه البخاري في: 55 كتاب الوصايا: 23 باب قول الله تعالى: (إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلمًا)

Terjemahan   :
Hadits Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw. Bersabda:“ Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan.”Sahabat bertanya: ”Apakah itu ya Rasulullah ?” jawab Nabi Saw.:“ 1.Mempersekutukan Allah, 2.Berbuat sihir, 3.Membunuh jiwa (manusia) yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, 4.Makan harta riba, 5.Makan harta anak yatim, 6.Melarikan diri dari pertempuran, 7.Dan menuduh wanita mu’minat yang sopan (bekeluarga)dengan zina.” (Bukhari, Muslim)

Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Wasiat” bab tentang firman Allah SWT (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan aniaya . . . .

2.      Penjelasan (syarah) Hadits
Kebaikan itu memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa. Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala berfirman,

bÎ) (#qç6Ï^tFøgrB tÍ¬!$t62 $tB tböqpk÷]è? çm÷Ytã öÏeÿs3çR öNä3Ytã öNä3Ï?$t«Íh9y Nà6ù=Åzô0çRur Wxyzô0"B $VJ̍x. ÇÌÊÈ  
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS An-Nisa [4]: 31)

Dalam hadis di atas, Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang membinasakan. Tujuh dosa ini bukan berarti pembatasan (hanya tujuh perkara) atas dosa-dosa yang membinasakan. Tetapi hal ini sebagai peringatan atas dosa-dosa yang lainnya.

Ketujuh dosa yang dimaksudkan dalam hadis di atas, uraiannya adalah sebagai berikut.
a.      Musyrik (Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan Allah yaitu menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat Bergantung Segala Makhluk, dan Yang Maha Esa.
Menyekutukan Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati. Allah SWT berfirman,
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ï0s)sù # utIøù$# $¸JøOÎ) $¸JÏàtã ÇÍÑÈ  
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja yang musyrik kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa [4]: 48)

Ar-Raghib al-Ashfahani menyatakan bahwa kemusyrikan terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1)         Syirik besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah SWT. Inilah bentuk dosa yang paling besar.
2)         Syirik kecil, yaitu memperhatikan selain Allah di samping memperhatikan-Nya juga dalam beberapa urusan. Itulah ria dan nifaq.[6]

b.      Sihir.
Sihir termasuk ke dalam dosa yang besar karena di dalamnya terdapat upaya iltibas (pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan sihir ini bisa mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi penyebabnya maupun dari sisi perolehannya.
Firman Allah :
 £`Å3»s9ur šúüÏÜ»u¤±9$# (#rãxÿx. tbqßJÏk=yèム}¨$¨Y9$# tósÅb¡9$#
102. ...hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia ...[7]

Para ulama telah bersepakat atas pengharaman sihir, pembelajaran dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam Ahmad, dan sekelompok para sahabat dan para tabiin berpendapat bahwa saling berbagi sihir termasuk bagian kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum eksekusi (dibunuh). Demikian juga upaya mempelajari dan mengajarkan sihir kepada orang lain, karena hal itu termasuk wasilah yang akan menjadi jalan terwujudnya sihir tersebut.
Namun di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa jika mempelajari sihir itu hanya sekadar ingin mengetahuinya dan sebagai upaya menjaga diri, maka yang demikian itu tidak termasuk dalam kategori haram. Pernyataan ini dianalogikan kepada orang-orang yang berusaha mengetahui hakikat aliran-aliran sesat.

c.       Membunuh Jiwa.
Yang dimaksud membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT dalam hadis di atas adalah membunuh seorang muslim dengan sengaja, bukan karena suatu hukuman tertentu seperti qishas atau rajam.
Nabi Saw bersabda: “Jauhilah dosa-dosa besar...”, Kemudian seorang lelaki bertanya kepada Nabi : Dosa apakah yang paling besar disisi Allah SWT ? Nabi Menjawab : Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kamu. Sahabat itu bertanya lagi : Dosa apakah yang lainnya lagi ? Nabi menjawab : Kamu berzina dengan isteri tetanggamu. Lalu Allah menurunkan ayat yang membenarkan itu , yaitu :[8]
tûïÏ%©!$#ur Ÿw šcqããôtƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä Ÿwur tbqè=çFø)tƒ }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ Ÿwur šcqçR÷tƒ 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ t,ù=tƒ $YB$rOr& ÇÏÑÈ  
68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (Al-Furqon : 68)
Abdullah bin Mas’ud Meriwayatkan, Nabi Muhammad Saw bersabda : “Perkara pertama kali akan diberi keputusan diantara manusia pada hari kiamat ialah perkara darah (pembunuhan).”
(HR Bukhari, Kitab: Ruqaq (Kelembutan), Bab: Balasan pada hari kiamat (48))


d.      Memakan Riba
Memakan harta riba termasuk kezaliman kepada orang lain. Orang yang memakan harta riba pada dasarnya telah memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan ia lebih pantas untuk mendapat siksa yang abadi di neraka. Bagaimana tidak demikian, ketika orang lain berada dalam kesulitan, kefakiran, pailit dalam ekonomi, padahal dalam kondisi apapun seseorang didorong untuk mengeluarkan shadaqah, sementara pemakan riba demikian asyiknya mempermainkan kemelaratan orang lain dengan menambah beban pembayaran utang berlipat ganda dan dalam tempo yang terus-menerus.
Secara umum, Islam melarang keras terhadap seseorang yang dalam usaha mencari rezekinya (ma‘isyah) dengan cara yang haram, sedangkan transaksi ribawi termasuk ke dalamnya. Rasulullah Saw telah bersabda, “Siapa saja yang daging (di tubuhnya) berkembang dari usaha yang haram, maka api neraka lebih utama bagi dirinya”. (HR al-Hakim)
Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Riba itu ada 70 macam, sedangkan yang paling ringan dosanya yaitu seperti seorang anak menikahi ibunya sendiri. Sedangkan dosa yang paling besar yaitu seperti seorang yang menyerang kehormatan saudaranya yang beragama islam (HR. Ibnu Majah)[9]

e.       Memakan Harta Anak Yatim
Ketika seorang anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orangtuanya, Islam menganjurkan agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga dan mengurus harta mereka yang diperolehnya melalui proses pewarisan. Pengurusan harta anak yatim ini terus berlangsung sampai usia anak ini menjadi dewasa sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah (dewasa). Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim) dan siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala seorang pengurus, terutama bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak mampu menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim, maka Allah SWT mengancam mereka dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan ayat berikut.
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS An-Nisa [4]: 10)

f.        Berpaling dari Barisan Perang
Yaitu seseorang yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi orang-orang kafir. Perbuatan ini termasuk dosa besar, termasuk tujuh perbuatan yang akan membinasakan karena menimbulkan dua bahaya:
1.    Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
2.    Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum muslimin

`tBur öNÎgÏj9uqム7Í´tBöqtƒ ÿ¼çntç/ߊ žwÎ) $]ùÌhystGãB @A$tGÉ)Ïj9 ÷rr& #¸ÉiystGãB 4n<Î) 7pt¤Ïù ôs)sù uä!$t/ 5=ŸÒtóÎ/ šÆÏiB «!$# çm1urù'tBur ãN¨Yygy_ ( š[ø©Î/ur 玍ÅÁpRùQ$# ÇÊÏÈ  
16. Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah tempat kembalinya. (Al-Anfal : 16)

Ketika kaum muslimin sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan semakin berani memerang kaum muslimin.
Barangsiapa yang lari dari medan perang karena dua sebab ini, yaitu untuk bergabung dengan batalyon lain. Contohnya ketika ada batalyon lain yang sedang dikepung oleh musuh dan akan sangat berbahaya jika mereka dikuasai oleh musuh. Maka ia bergerak (mundur) untuk membantunya, maka hal ini tidak apa-apa, karena larinya menuju batalyon tersebut sangat menguntungkan.
Orang yang lari dari medan perang  dengan  berbelok untuk (siasat) perang. Contohnya seperti seorang mujtahid yang lari belok (mundur) untuk memperbaiki senjata atau untuk memakai baju besinya dan lain-lain yang termasuk dalam kepentingan berperang dan perbuatan ini tidak apa-apa.



g.      Menuduh Berzina
Menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu adalah orang yang terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang beriman. Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat. Dan pada hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga kesucian, menikah, dan berstatus merdeka.
Allah berfirman :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# šcqãBötƒ ÏM»uZ|ÁósãKø9$# ÏM»n=Ïÿ»tóø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$# (#qãZÏèä9 Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur öNçlm;ur ë>#xtã ×LìÏàtã ÇËÌÈ   tPöqtƒ ßpkôs? öNÍköŽn=tã öNßgçFt^Å¡ø9r& öNÍkÏ÷ƒr&ur Nßgè=ã_ör&ur $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇËÍÈ  

23. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,
24. pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.







BAB III
P E N U T U P

3.1   KESIMPULAN
Dosa-dosa besar merupakan segala larangan yang berasal dari Allah maupun Rasul-Nya. Dosa-dosa besar sangat banyak jumlahnya, diantaranya: syirik, durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu, sihir, menuduh mukminat berzina, membunuh anak karena takut miskin, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang, berzina dengan istri tentang dan lainnya.
Dosa-dosa besar di atas yang merupakan dosa dan kezhaliman yang paling besar serta yang paling berat hukumannya, yaitu syirik. Allah telah mengharamkan surga bagi orang yang menyekutukan-Nya dan telah disiapkan baginya neraka sebagai tempat kembali. Sesungguhnya tidak ada penolong bagi orang-orang yang zhalim.
Selain itu, durhaka terhadap orang tua juga merupakan dosa besar dan termasuk dosa yang membinasakan. Sudah sepatutnya kita harus taat terhadap keduanya sesuai dengan syariat Islam. Adapun kandungan intisari dari hadis diatas adalah :
a.     Perbuatan dosa yang dapat membinasakan diri dan orang lain harus senantiasa dihindari dan dijauhi.
b.    Manusia dilarang untuk menyekutukan Allah Swt. Dengan sesuatu apapun, karena hal itu akan membinasakan diri baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
c.     Sihir dan tenung merupakan perbuatan terlarang karena perbuatan tersebut adalah bersekongkol dan jin dan syetan.
d.    Jiwa seseorang apalgi Muslim harus senantiasa dijaga dan haram hukumnya untuk mengambil nyawa orang lain tanpa alasan yang haq.
e.    Kita dilarang untuk memakan harta riba dan harta anak yatim yang ada dalam tanggungan kita dan berada dalam pengasuhan kita.
f.     Setiap umat Islam dicela oleh Allah dan Rasul-Nya bagi siapapun yang melarikan diri dari peperangan atau ia keluar dari barisan perang karena merasa takut akan kematian.
g.    Menuduh berzina kepada seorang muslimah dan mukminah adalah perbuatan yang amat dilarang oleh baginda Nabi.
Adapun dosa-dosa besar lainnya yang tidak tercantum dalam hadis di atas, tetapi menjadi kriteria dosa besar dalam hadis yang lain, di antaranya adalah durhaka terhadap orangtua, membunuh anak karena kekhawatiran menambah kemiskinan, persaksian palsu atau dusta, khianat dalam perkara ghanimah, zina, mencuri, meminum minuman keras, memisahkan diri dari al-jama’ah, menebar fitnah, melanggar bai’at, dan tidak membersihkan air kencing.

3.2   SARAN
Para ulama (semoga Allah merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar". Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada dosa kecil sama sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya, bahwa dosa besar itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah, dan dosa kecil itu bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus tanpa istighfar.


Daftar Pustaka

Baqi, Muhammad Fuad Abdul.1993. Terjemah Al-Lu’lu wal Marjan. Semarang : Al-Ridha.
Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam. 2000. Fathul Bari. Riyadh.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. Muttafaqun `Alaih Shahih Bukhari Muslim: Beirut Publishing.
Abu Abdullah, Imam. Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005)
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 2007)
Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Imam Abu Abdullah, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990)


[1] Imam Abu Abdullah Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005) , Cetakan ke 2,  hlm. 6
[2] Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990) , hlm. 5

[3] Imam Abu Abdullah Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005) ,  Cetakan ke 2,  hlm. 60
[4] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 2007), hlm. 157
[5] Imam Abu Abdullah, Ibid, hlm. 13
[6] Al-Ashfahani, hlm. 266
[7] [77] Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir)
[8] Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990) ,  hlm. 13
[9] Imam Abu Abdullah Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi, Dosa-dosa Besar,  (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2005) ,  Cetakan ke 2,  hlm. 105

Komentar