Filsafat Sokrates, Plato, Aristoteles
Di Susun Oleh :
Bahrul
Ilmi
|
:
170101040451
|
Muhammad
Zaini
|
:
170101040455
|
Nila
dayanti
|
:
170101040512
|
KATA PEGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas
kehadirat Allah SWT, akhirnya penyusun
dapat menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul “Filsafat Sokrates, Plato,
Aristoteles”.
Penyusun menyadari sepenuhnya
bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekuranganya, hal
ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya saran dan kritik
yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, penyusun
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikannya
tugas ini terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Pengantar Filsafat, Bapak Fajrul Ilmi,
S.Pd.I, M.Sy Semoga Allah SWT, membalas amal kebaikanya. Amin.
Dengan segala pengharapan dan
doa semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi pembaca umumnya.
Banjarmasin,
Maret 2018
|
|
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
A.
Latar Belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.
Tujuan.................................................................................................... 2
D.
Manfaat................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A.
Filsafat Sokrates.................................................................................... 3
B.
Filsafat Plato......................................................................................... 4
C.
Filsafat Aristoteles................................................................................ 7
BAB III PENUTUP................................................................................................... 10
A.
Simpulan.............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Yunani kuno telah dua setengah milenium yang lalu bangsa Yunani
menciciptakan suatu sistem pemikiran yang sangat mirip dengan pemikiran ilmiah,
pada abad-abad selanjutnya hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Baru sekitar
abad ke-6 dan ke-5 Masehi terjadi kebangkitan kembali, yakni dengan ditandai
oleh karya-karya filsuf. Era kebangkitan ini telah membawa dunia mengenal
sejumah tokoh yang berjasa dalam membangkitkan peradaban baru, melalui landasan
pemikiran filsafat Yunani. Periode filsafat Yunani ini merupakan masa sangat
penting bagi perkembangan pemikiran selanjutnya, yakni dengan adanya perbubahan
pemikiran dari mitosentris menjadi logosentris.
Dunia ilmu pengetahuan cukup “akrab” dengan nama-nama besar seperti Socrates,
Plato, Aristoteles, Thales, Pytagoras, Euclid, Archimides, Aristarchus,
Hipparchus, dan Ptolomeus. Adapun Thales (624-548 SM)
dianggap sepegai peletak dasar astronomi, geometris dan filsafat Yunani,
konsepnya mengenai perubahan dan transmutasi yang berkesinambungan dalam alam
masih dianggap penting sampai sekarang. Heraklitos mengemukakan bahwa
perubahan panta rei uden menei, yang berarti semuanya mengalir, dan
tidak ada satu pun yang abadi.
Dalam kaitannya dengan filsafat alam ini, Thales mengatakan bahwa
asal semesta adalah air, sedangkan Anaximandos asal alam semesta adalah
dari berbagai campuran unsur yang disebutkan apeiron. Sementara Socrates
mengatakan bahwa kebenaran itu dapat bersifat objektif, sedangkan kebenaran
universal dapat ditemukan dengan menggunakan metode dialog. Pemikiran-pemikiran
filsafat alam Yunani membawa berbagai macam perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, hingga melahirkan zaman keemasan.[1]
1.2. Rumusan
Masalah
1.2.1. Filosof Socrates
1.2.2. Filosof Plato
1.2.3. Filosof Aristoteles
1.3. Tujuan
1.3.1. Mahasiswa dapat mengetahui filosof, Sokrates, Plato dan Aritoteles
1.3.2. Mahasiswa memahami pemikiran para filosof tersebut dan dapat mengkritisinya
1.4. Manfaat
Mahasiswa/i
dapat menjelaskan secara lisan atau tertulis pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sokrates
(470-399 SM)
Socrates Lahir di Athena sekitar 470-399 SM. Ia merupakan
generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates,
Plato dan Aristoteles. Socrates dikenal sebagai salah satu figur tradisi
filosofis Barat yang paling penting yang mengajar Plato, dan Plato pada
gilirannya juga mengajar Aristoteles.
Peran Socrates dalam mendobrak pengetahuan itu meniru
ibunya yang bekerja sebagai seorang bidan dalam upaya menolong kelahiran bayi.
Bedanya, ia berperan sebagai bidan pengetahuan. Teknik dalam upaya menolong kelahiran
(bayi) pengetahuan itu disebut majeutike (kebidanan), yaitu dengan cara
mengamat-amati hal-hal yang konkret dan yang beragam coraknya tetapi pada jenis
yang sama.[2]
Sebagaimana para sofis,
Sokrates pun berbalik dari filsafat alam. Sebagaimana juga para sofis, Sokrates
pun memilih manusia sebagai objek penyelidikanya dan ia memandang manusia lebih
kurang dari segi yang sama seperti mereka: sebagai makhluk yang mengenal, yang
harus mengatur tingkahlakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat. Sokrates
pun memulai filsafatya dengan bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan
dari kehidupan yang konkret. Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali
antara sokrates dan kaum sofis, yaitu sokrates tidak menyetujui relativisme
yang dianut oleh kaum sofis. Menurut Sokrates ada kebenaran objektif, yang
tidak tergantung pada saya atau pada kita. Sokrates yakin bahwa berbuat jahat
adalah suatu kemalangan bagi seorang manusia dan bahwa berbuat baik adalah
satu-satunya kebahagiaan baginya.[3]
Sebagai seorang pengajar,
Socrates dikenang karena keahliannya dalam berbicara dan kepandaian
pemikirannya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri,
dan manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan suatu upaya
akibat salah pengarah yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang
terkenal “kenalilah dirimu”. socrates percaya bahwa pemerintahan yang
ideal harus melibatkan orang-orang yan bijak, yang dipersiapkan dengan baik,
dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat. Ia juga dikenang karena
menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam
lingkungan, yang kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu
pengetahuan.
Dalam banyak hal,
Socrates memiliki pandangan yang bertentangan dengan kepercayaan umum masyarakat
Yunani pada saat itu, yakni kepercayaan pada kuil (oracle) dari
dewa-dewa. Socrates percaya akan gagasan mengenai gaya tunggal dan transenden
yang ada di balik pergerakan alam ini. Pandangan yang ia bawa tersebut akhirnya
membuatnnya dipenjara dengan tuduhan merusak akhlak pemuda-pemuda Athena.
Socrates dinyatakan bersalah dan ia ditawarkan untuk bunuh diri dengan meminum
racun. Penawarannya tersebut diterimanya dengan tenang. Meskipun para siswanya
yang telah menjadi hakim, penjaga penjara, tentara, dan profesi lainnya
berulang kali membujuknya untuk melarikan diri, Socrates tetap tidak mau.
Socrates mengatakan, kalau saya melarikan diri berarti ajaran saya salah. Saya
lebih baik dihukum mati, tetapi ajaran kebenaran yang telah saya sampaikan tetap
hidup.
2.2. Plato
(427-347 SM)
Plato lahir di Athena tahun 427 SM. Ia adalah murid
sekaligus sahabat diskusi Socrates. Selain dikenal sebagai murid Socrates dan
gurunya Aristoteles, Plato dikenal sebagai salah seorang filsuf Yunani yang
sangat berpengaruh. Karyanya yang paling terkenal adalah Republic (dalam
bahasa Yunani: Politeia, “Negeri”). dalam bukunya ini dia menguraikan garis
besar pandangannya pada keadaan “ideal”.[4]
Plato menerima ajaran guru besarnya Socrates dan Pytagoras
yang masing-masing mengajarkan bahwa:
“kebajikan itu berisi ilmu pengetahuan tentang yang
baik-baik. Oleh karena itu bagaimana membangun negara dan pemerintahan agar di
dalamnya orang tertarik pada kebajikan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan
pemerintah mengacu pada agama, kepercayaan yang transenental, ruhaniah, dan
metafisika”
Ajaran tentang ide-ide merupakan inti
dan dasar seluruh filsafat Plato. Untuk mengartikan maksud Plato dengan istilah
“Ide“, terlebih dahulu kita harus menekankan bahwa Plato mempunyai maksud lain
daripada arti yang dimaksudkan orang moderen dengan kata “Ide“. Bagi dia ide
merupakan sesuatu yang objektif.
Ada ide-ide, terlepas dari subjek yang
berfikir. Ide-ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita. Ide-ide tidak
tergantung pada pemikiran: sebaliknya, pemikiran tergantung pada ide-ide.
Justru karena ada ide-ide yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan.
Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada ide-ide itu.
a. Adanya Ide
Kalau kita hendak memahami alasan-alasan Plato untuk menerima
ide-ide yang berdiri sendiri, pertama-tama kita harus ingat akan keaaktifan
filosofis Sokrates.
Cara lain untuk mengerti lebih baik asal usul ajaran Plato
mengenai ide-ide ialah ilmu pasti. Ilmu pasti berbicara mengenai garis,
segitiga, dan lingkaran pada umumnya. Kalau ilmu pasti berbicara bukan tentang
segitiga-segitiga yang konkret, melaikan hanya tentang segitiga yang ideal,
maka Plato menarik kesimpulan bahwa segitiga seperti itu mempunya realitas
juga, biarpun tidak dapat ditangkap oleh panca indra.[5]
b. Dua Dunia
Dari yang terurai sampai yang sekarang dapat disimpulkan
bahwa menurut Plato realitas sebelumnya seakan akan terdiri dari dua “Dunia”.
Satu “Dunia” mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indra.
Pada taraf ini harus diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga
yang kini bagus keesokan harinya sudah layu. Lagipula, dunia indrawi ditandai
oleh pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus
diakui pula bahwa disini tidak ada sesuatupun yang sempurna. Disampng “Dunia”
indrawi itu terdapat suatu “Dunia” lain, suatu dunia ideal atau dunia yang
terdiri atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan.
Semua ide bersifat abadi dan tak terubahkan.
c.
Dua jenis pengenalan
Anggapan plato tentang “dunia” menjuruskan juga
pendiriannya tentang pengenalan. Menurut Plato ada dua jenis pengenalan. Di
satu pihak ada pengenalan tentang ide-ide. Itulah pengenalan dalam arti sebenarnya.
Plato menamakannya dengan nama dengan kata episteme (pengetahuan,”knowladge”).
Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat yang sama seperti objek-objek yang dituju
oleh cahaya: teguh, jelas, dan tidak berubah. Rasio adalah alat untuk mencapai
pengenalan dalam ilmu pengetahuan adalah lapangan istimewa di mana pengenalan
ini di praktekkan.
Di lain pihak ada pengenalan tentang benda-benda jasmani.
Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat yang sama seperti objeknya: tidak tetap,
selalu berubah. Dibandingkan dengan pengenalan tadi, pengenalan jenis kedua ini
tidak bernilai banyak, karena tidak menghasilkan kepastian.
d. Memperdamaikan Herakleitos dengan Parmenides
Sesudah keterangan-keterangan tadi, sekarang kita dapat
mngerti bahwa Plato berhasil memecahkan suatu persoakan yang besar sekali dalam
filsafat pra-Sokratik, yaitu pertentangan antara Herekleitos dan parmenides.
Karena teori nya tentang Ide-ide, Plato dapat memperdamaikan ajaran Herakleitos
dan Parmenides.[6]
2.3. Aristoteles (348-322 SM)
Aristoteles merupakan murid dari Plato
yang mencari jalan keluar dari berbagai persoalan besar dalam filsafat dan
mempersatkannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika dan metafisika.
Logika Aristoteles berdasarkan bahasa dikenal dengan silogisme (dua presmi dan
satu kesimpulan).
Aristoteles dikenal sebagai pelopor
utama logika deduktif, yang pokok-pokok pikirannya tetap mendominasi para
ilmuwan Eropa sampai zaman modern.[7]
Karya-karya Aristoteles berjumlah
delapan pokok bahasan, yaitu:
1) logika, terdiri dari:
- Categoric (kategori-kategori)
- De interoretatione (perihal
penafsiran)
- Analiytics Priora (analitika
logika yang lebih dahulu)
- Analityca Posteiora (analitika
logika yang kemudian)
- Topica
- De Sophistics Elenchis (tentang
cara beragumen kaum sophis)
2) filsafat alam, terdiri dari:
- Phisica
- De caelo (perihal langit)
-De generatione er corruptione (timbul-hilangnya
makhluk-makhluk jasmani)
- Meteorologica (ajaran tentang
badan-badan jagad raya)
3) Psikologi, terdiri dari:
- De anima (perihal jiwa)
- Parva naturalia
(karangan-karangan kecil tentang pokok-pokok alamiah)
4) Biologi, terdiri dari:
- De partibus animalium (perihal
bagian-bagian binatang)
- De mutu animalium (perihal
gerak binatang)
- De incessu animalium (tentang
binatang yang berjalan)
- De generatione animalium
(perihal kejadian binatang-binatang)
5) Metafisika, oleh Aristoteles
dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia.
6) Etika terdiri dari:
- Ethic nicomachea
- Magna moralia (karangan besar tentang moral)
- Ethica Eudemia
7) Politik dan Ekonomi, terdiri dari:
- Polotics
- Ekonomics
8) Retorika dan poetika[8]
Sebagai
catatan, ajaran tentang etika, metafisika dan filsafat Aristoteles perlu dijelaskan. Menurut Aristoteles,
pandangan filsafat tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan.
Sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan, etika dapa mendidik manusia
supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Sedangkan, ilmu
mertafisika digarapkan lebih melakukan pengkajian pada persoalan tentang
hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, ilmu metasika, ilmu metafisika
inilah yang paling utama dari filsafat atau intinya filsafat.
Berkaitan
dengan filsafat praktis, cabang ini mencakup dua macam. Pertama, ilmu etika
yang mengatur kesusilaan dan kebehagiaan dalam hidup perseorangan. Kedua, ilmu
ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga dan masyarakat.[9]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pada zaman Pra Socrates orang memiliki kebebasan untuk berpendapat atau
mengungkapkan ide-idenya. Pada masa itu, Yunani dipandang sebagai gudang ilmu
dan filsafat, karena bangsa Yunani sudah tidak lagi mempercayai mitos-mitos.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki atau
kritis.
Pada
masa Pra Socrates orang-orang filsafat bedasarkan alam sedangkan pada masa
Socrates, dia membicarakan manusia sebagai objek kajianya, Plato membicarkan
ide-ide sebagai dasar filsafat, dan Aristoteles membicarakan tentang fisika dan
metafisika.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016
Bartens, K, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta:
KANISIUS, 1999
Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993
[1] Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), hlm 53-54.
[2] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm 47-48.
[3] Bartens, K, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius,
1999), hlm 83.
[4] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm 50-52.
[5] Bartens, K, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius,
1999), hlm 85.
[6] Bartens, K, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius,
1999), hlm 132.
[7] Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), hlm 54.
[8] Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016), hlm 68-70
[9] Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), hlm 8.
Komentar
Posting Komentar