Masa Helenisme, Stoisisme, Epikurisme,
Skeptisisme, Neoplatonisme
DI SUSUN
OLEH:
NUR ANIDA 170101040231
GITA SONIA ARIANTI 170101040451
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Dengan mengucapkan
puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dan Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sampai akhir hayat. Dalam kesempatan
ini akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Filsafat yang berjudul “MASA HELENISME dan ROMAWI”.
Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangannya, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan
adanya saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang
akan datang dan sebagai motivasi bagi kami untuk lebih baik kedepannya.
Pada kesempatan ini,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen pengampu mata kuliah. Semoga Allah SWT, membalas amal kebaikannya.
Jazaakumullah khairon . Aamiin.
Dengan segala pengharapan dan doa semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Barakallahu fiikum,Wassalamu’alaikum
warahmatullah wabarakatuh.
Banjarmasin,
26 Maret 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................
1.1. Latar belakang........................................................................................
1.2. Rumusan masalah...................................................................................
1.3. Tujuan penulisan.....................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................................
1.1. Pengertian
Hellenistis………………………………………………….
2.2. Faham Stoisisme.....................................................................................
2.3. Faham Epikurisme..................................................................................
2.4. Faham Skeptisisme.................................................................................
2.5. Faham Neoplatonisme............................................................................
BAB III
PENUTUP.......................................................................................................
3.1. Simpulan.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum kita membahas
tentang filsafat helenisme atau filsafat masa helenistik romawi, akan lebih
baik apabila kita memahami tentang apa itu filsafat dan apa itu helenisme, agar
dalam pembahasan ini dapat difahami secara sistematis dan secara kronologis.
Berbicara tentang filsafat,
sebenarnya kita sedang berbicara mencari hakikat sesuatu. Dan sesuatu inilah
yang pada akhirnya menjadi obyek pembahasan filsafat, yaitu hakikat Tuhan,
hakikat Manusia dan hakikat Alam. Diawali dari rasa ingin tahu akan
hakikat sesuatu, dan rasa ketidak pastian atau ragu-ragu, seseorang secara
terus menerus berfikir untuk mencari jawabannya. Maka upaya seseorang untuk
mencari hakikat inilah sebenarnya ia sedang berfilsafat.
Dalam makalah ini penulis ingin mengajak
manusia untuk berfikir atau berfilsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang luas yakni mengenai faham Hellenistis dan romawi.
1.2 Rumusan masalah
1. Pengertian Hellenistis dan latar
belakangnya
2. Pengertian Stoisisme dan pahamnya
3. Pengertian Epikurisme dan
pahamnya
4. Pengertian Skeptisisme dan pahamnya
5. Pengertian Neoplatonisme dan pahamnya
1.3 Tujuan penulisan
1.
Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara
berfilsafat secara Hellenistis.
2.
Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara
berfilsafat secara Stoisisme.
3.
Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara
berfilsafat secara Epikurisme.
4.
Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara
berfilsafat secara Skeptisisme.
5.
Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara
berfilsafat secara Neoplatonisme.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
FILSAFAT MASA HELENISME ROMAWI
1. Pengertian Hellenisme
/ Hellenistik
Bertens (1993) berpendapat, mempelajari filsafat
Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Dimana banyak sekali bermunculan
tokoh-tokoh pemikir sekaligus filosof yang lahir dalam “Dunia Yunani”, baik
yang terkenal hingga mereka yang kurang terkenal dalam pemikirannya. Filosof
yang terkenal kebanyakan dari mereka adalah yang menuliskan pemikirannya,
seperti Aristoteles dengan tulisan-tulisannya. Meski adapula Filosof yang tidak
menulis sebarispun seperti Thales, Phytagoras, dan Sokrates.[5]
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda
sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman ini adalah zaman yang baru, yang dimulai
dengan pemerintahan Aleksander Agung yaitu murid dari Aristoteles, dan disebut
zaman Helenisme. Helenisme berasal dari kata Hellenizein (=
berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani) sebagai roh dan kebudayaan Yunani
sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa
yang bukan Yunani disekitar lautan tengah, mengadakan perubahan-perubahan
dibidang kesusasteraan, agama, dan keadaan bangsa-bangsa itu.[6]
Dalam perkembangan masa Helenisme ini ditandai dengan
perubahan bentuk filsafat dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis dan
membuat filsafat menjadi bagian dari seni hidup. Berbagai aliran yang muncul
pada saat itu yang semuanya bertujuan untuk menentukan cita-cita hidup manusia.
Keinginan memperoleh pengetahuan teori semakin beralih kepada ilmu-ilmu
spesial. Makin mendalam penyelidikan ini dan makin tampak gunanya bagi
penghidupan sehari-hari, akan tetapi orang makin acuh tak acuh terhadap teori-teori
metafisika umum.
2. Latar Belakang
Historis Hellenisme
Pemerintahan Aleksander merupakan pemerintahan yang
kuat dan memiliki banyak daerah taklukan. Dalam waktu sepuluh tahun sejak 334
hingga 324SM ia menaklukkan Asia Kecil, Siria, Mesir, Babilonia, Persia,
Samarkand, Bactria, dan Punjab, dimana pada setiap daerah taklukan ia
selalu mendirikan kota Yunani dan mencoba mereproduksi lembaga-lembaga Yunani,
disertai upaya pemerintahan sendiri. Berangsur-angsur ketika kawasan yang ia
taklukkan kian meluas, ia memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran
secara damai antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar, hal ini dapat mengacu pada
beberapa faktor, diantaranta:
1. Pasukan Aleksander
tidak terlampau besar jumlahnya, tidak mungkin selamanya mempertahankan
kekuasaan imperium yang sangat luas itu dengan jalan kekerasan, melainkan dalam
waktu panjang, akan tergantung pada kerukunan dengan rakyat yang ditaklukkan.
2. Bangsa Timur tidak
terbiasa dengan pemerintahan apapun kecuali pemerintahan oleh seorang
dewa-raja, yang oleh Aleksander dirasakan tepat untuk dibawakannya sendiri.[7]
Pemerintahan Aleksander menerima orang-orang Makedonia
sebagai panglima pasukannya, bahkan memberikan sebutan “sahabat” untuk mereka.
Para “sahabat” ini yang kemudian memberikan masukan saran dan kritik dan
mengambil andil yang “berpengaruh” dalam pemerintahan Aleksander. Mereka yang
memaksa Aleksander untuk lebih baik kembali setelah menaklukkan kawasan sungai
Indus dan bukan meneruskan perjalanan untuk menaklukkan kawasan sungai Gangga.[8]
Bangsa timur lebih suka berdamai, asalkan keyakinan
religius mereka dihargai. Hal ini tidaklah sulit bagi Aleksander yang kemudian
menyatakan dirinya adalah putra dewa. Perjalanan karier Aleksander sangatlah
menakjubkan sehingga mungkin saja ia beranggapan bahwa asal-ususlnya yang ajaib
itulah penjelasan terbaik atas keberhasilannya yang luar biasa.
Anggapan bahwa bangsa Yunani adalah bangsa yang lebih
unggul derajatnya daripada bangsa Barbar pernah diungkapkan pada sebuah
ungkapan pandangan umum yang menyatakan ras utara bersemangat, ras selatan
beradab, namun hanya bangsa Yunananilah yang penuh semangat sekaligus beradab.
Plato dan Aristoletes berpendapat bahwa tidak selayaknya bangsa Yunani
dijadikan budak, namun mereka tidak berpendapat demikian mengenai bangsa
Barbar.
Aleksander yang tidak sepenuhnya bangsa Yunani mencoba
meruntuhkan sikap superioritas ini. Ia sendiri mengawini dua putri barbar, dan
ia memaksa para pengikutnya untuk menikahi kaum perempuan Persia. Banyak
terjadi perkawinan silang antara pasukan yang dibawa Aleksander yang kemudian
menikahi kaum perempuan pribumi. Dampak dari kebijakan ini adalah timbulnya
konsepsi tentang umat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam pemikiran
orang-orang terpelajar. Sikap inipun menciptakan hasil berupa hubungan timbal
balik antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar. Orang Barbar memetik sesuatu hal
dari ilmu pengetahuan Yunani, sedangkan orang Yunani mendapat banyak pelajaran
dari takhayul bangsa Barbar. Peradaban Yunani, setelah menjangkau wilayah lebih
luas, menjadi tidak sepenuhnya Yunani. Pembauran serta penerimaan budaya yang
berbeda, namun masih Yunani (mengadopsi budaya Yunani) inilah yang dikenal
dengan Helenisme, sebuah paham “ke-Yunani-an” yang menerima bangsa lain dalam
kehidupan bermasyarakatnya dibawah pemerintahan Aleksander.[9]
2.2 Pengertian Stoisisme dan pahamnya
A. Aliran Stoa / Stoisisme
Aliran
ini didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133 266 SM). Ia dilahirkan di
Kition pada tahun 340 SM, dan meninggal di Athena pada tahun 264 SM. Ia
mencapai umur 76 tahun.
Seperti
dengan kaum Epikurus, kaum Stoa membagi filsafat dalam tiga bagian, yaitu
logika, fisika dan etik. Logika dan fisika umumnya dipergunakan sebagai dasar
etiknya. Etiknya ialah memberi petunjuk tentang sikap sopan santun dalam
penghidupan. Menurut pendapat mereka, tujuan yang terutama dari segala filsafat
ialah menyempurnakan moral manusia.
1) Logika
Logika
menurut kaum Stoa, maksudnya memperoleh kriterium tentang kebenaran. Dalam hal
ini mereka mempergunakan juga teori reproduksi dari Demokritus.
Menurut
kaum Stoa, ucapan Aristoteles adalah suatu dalil yang belum dinyatakan
benarnya. Suatu Petitio Principil, yaitu menerima sesuatunya sebelum
diterangkan . Kriterium bagi sesuatu kebenaran terletak pada evidensinya.
Kenyataannya bahwa isi pemandangan itu terletak pada pikiran. Buah pikiran
benar, apabila pemandangan itu kena, yaitu memaksa kita membenarkannya.
Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan yang menggambarkan barang yang
dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang memandang itu terpaksa
membenarkan dan menerima isinya.
Kaum
Stoa bertentangan pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Pengertian itu
mempunyai realita, ada pada dasarnya. Ingat, misalkan ajaran Plato tentang
idea. Pengertian Umum, sebagai perkumpulan, kampung, binatang dan lain
sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Menurut kaum Stoa, pengertian
umum itu tidak ada relitanya, semua itu hanya cetakan pikiran yang subyektif
untuk mudah menggolongkan barang – barang yang nyata. Hanya barang – barang
yang kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Orang laki – laki, orang
perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu realita. Kumpulan jenis bukan
suatu realita.. Pendapat kaum Stoa ini disebut dalam filsafat pendapat
nasionalisme, sebagai lawan dari realisme.
2) Fisika
Dalam
aliran Stoa, masalah fisika tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi
meliputi juga teologi. Menurut mereka bahwa alam mempunyai dua dasar yaitu yang
bekerja dan yang dikerjakan. Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah
materi.
Menurut
Kaum Stoa, alam semesta ini ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut Legos
(pikiran semesta). Oleh sebab itu semua kejadian tunduk kepada hukum alam yang
berjalan.
Fisika
kaum Stoa ini menjadi pandangan hidupnya. Oleh karena semua yang terjadi dalam
dunia ini berlaku menurut hukum alam dan ratio, adanya Tuhan untuk keselamatan
manusia, maka kaum Stoa mempunyai pandangan hidup yang optimis. Semuanya
terjadi menurut kemestian dalam edaran yang tetap, terima itu dengan sabar dan
gembira.
3) Etik
Etika
menurut kaum Stoa adalah untuk mencari dasar – dasar umum untuk bertindak dan
hidup yang tepat. Kemudian melaksanakan dasar- dasar itu dalam penghidupan.
Kaum Stoa berpendapat, bahwa tujuan hidup yang tertinggi ialah memperoleh harta
yang terbesar nilainya, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang
adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.
Kaum
Stoa mengatakan , bahwa moral itu baru sempurna kalau kesenangan masyarakat.
Sesuai dengan itu mereka berpendapat, bahwa persekutuan sosial manusia, yaitu
negara, adalah syarat pertama untuk melaksanakan budi yang terutama, yaitu
keadilan. Tugas utama dari keadilan ialah menyempurnakan pergaulan manuisa.
Pada tingkat itu terdapat lagi budi yang pokok, yaitu menyesuaikan saya dengan
semuanya dengan sempurna. Siapa yang melaksanakan keadilan melenyapkan
sekaligus pertentangan antara keperluan diri sendiri dan keperluan umum.
Pada
tingkat itu terdapat lagi budi yang pokok, yaitu menyesuaikan saya dengan
semuanya dengan sempurna. Siapa yang melaksanakan keadilan melenyapkan
sekaligus pertentangan antara keperluan sendiri dan keperluan umum.
Oleh
karena dalam tubuh semua manusia hidup suatu akal yang serupa, yang berkuasa
sebagai suatu hukum umum dalam negara yang ideal, maka dapat pula berlaku hanya
satu peraturan, satu hukum dan satu negara.
2.3 Pengertian Epikurisme dan pahamnya
A.
Epikuros (341 SM)
Epikurosiburan
di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena, dan di
sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu
tujuan belaka; memberikan fakta kebahagiaan kepada manusia. Epikuros berbeda
dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya
mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penelitian yang
dikenalnya, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan agama. Yaitu
rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama Grik
lama. Menurutnya, sangat sulit untuk menjadi penghalang besar untuk dicuri.
Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros
adalah seorang filosof yang bertujuan arah filsafatnya untuk mencapai puncak
hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini menganut paham
atheis. Hal ini semata-mata melakukan untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna,
tanpa ada yang melanggar. Menurutnya, filsafat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu logika, fisika dan etik.
1)
Logika . Epikuros menyoroti bahwa logika harus menghasilkan norma dan
pengetahuan untuk kebenaran. Norma dan referensi itu diperoleh dari
pemandangan. Semua yang kita lakukan adalah benar. Baginya adalah kriteria yang
ditetapkan untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran sebagai
hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan pengalaman.
2)
Fisika. Teori fisika yang ia ciptakan
adalah untuk membebaskan manusia dari kebenaran pada dewa-dewa. Ia menyatakan
bahwa dunia ini tidak digulirkan dan dikuasai dewa-dewa, yang digerakkan oleh
hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi dilakukan oleh sebab-sebab kausal dan
mekanis. Tidak perlu dewa-dewa itu diikutsertakan dalam hal peredaran alam ini.
Manusia merdeka dan berkuasa sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala
fatalisme berdasar kepada kepercayaan yang keliru. Manusia tidak hidup lagi,
dan hidup di dunia ini terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang
sementara yang tidak ternilai mahal.
Oleh
sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan. Dari sudut fisika
yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah penganut paham
atheisme. Teori-teori yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan peran Tuhan di
dunia ini.
3) Etik.
Ajaran etik epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan.
Pokok ajaran etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup adalah
barang yang paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan
badaniah dan rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling
penting dan mulia menurutnya adalah kesenangan jiwa.
Dari
epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam maka akibatnya bisa fatal
sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis bagi para penjodohan epikuros ini.
Di sinilah jika kita bisa melakukan telan mentah-mentah tanpa ada proses
penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak dilandasi dengan akidah yang
kuat.
B.
Stoa (340 SM)
Pendirinya
adalah Zeno dari Kition. Ia melatih di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi.
Pada awalnya ia adalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu saat kapalnya
pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena
itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba tiba-tiba belajar
filsafat. Ia belajar untuk Kynia dan Megaria, dan akhirnya belajar pada
akademisi di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.
Setelah
keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari
sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik is "Stoa".
Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Dalam studi
lain bahwa ajaran ajaran etik Stoa adalah bagaimana manusia hidup selaras dengan
keselarasan dunia. Boleh dilakukan mereka kebajikan adalah akal budi yang
lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal budi dunia. Pada akhirnya akan
mencapai citra idaman seorang bijaksana; hidup sesuai dengan alam.
Ajarannya
tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika,
fisika dan etik.
1) Logika:
Menurut kaum Stoa, Logika maksudnya membeli keseimbangan tentang
kebenaran. Dalam hal ini, mereka memiliki Pengeluaran dengan Epikuros. Apa yang
dipikirkan yang lain dari yang telah diketahui. Buah pikiran benar, pemandangan
itu adalah kena, yaitu keberanian kita membenarkannya. Pemandangan yang
benar-benar adalah pemandangan yang mencerminkan barang-barang yang mirip
dengan terang dan tajam. Orang-orang yang suka itu membanarkan dan menerima
isinya.
Ketika
kita melihat sesuatu barang, gambarannya tinggal di otak kita sebagai ingatan.
Jumlah ingatan yang banyak menjadi pengalaman. Kaum Stoa berpendapat
pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato dan Aristoteles pengertian
itu memiliki realita, ada pada dasarnya. Ingat seperti ajaran Plato tentang
ide. Pengertian umum, seperti perkumpulan, kampung, binatang dan lain
sebagainya adalah realita, benar adanya. Namun, menurut kaum Stoa, pengetian
umum itu tidak ada realitanya, semuanya itu adalah pikiran yang subjektif untuk
dapat menggolongkan barang-barang yang nyata. Hanya barang-barang yang
kelihatan yang memiliki realita, nyata adanya. Seperti orang laki-laki, orang
perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah realita.
Pendapat
kaum Stoa ini disebut dalam filsafatnya
nominalisme, sebagai lawan
dari realisme.
2) Fisika
: kaum Stoa tidak saja memberi
Pelajaran tentang alam, tetapi juga mencakup teologi. Zeno sebagai Pendiri
Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar pembangun adalah api yang
membangun sebagai satu bagian dari alam. Tuhan itu menyebar ke seluruh dunia
sebagai nyawa, seperti api yang membangun berdasarkan sesuatu tujuan. Semua
yang ada dari api dunia itu atau Tuhan dalam berbagai macam bentuk.
Menurut
mereka dunia ini akan kiamat dan terjadi lagi berganti-ganti. PADA akhirnya
Tuhan menarik Semuanya Kembali padanya, Oleh KARENA ITU PADA Kebakaran Dunia
Yang Hebat, ITU Semuanya Menjadi api. Dari api Tuhan itu, terjadi kembali dunia
baru yang mencapai bagian yang sekecil-kecilnya mirip dengan dunia yang kiamat
dahulu.
3) tik E.
Inti dari filsafat Stoa adalah etiknya. Maksud etiknya itu adalah
mencari dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan
dasar-dasar itu dalam penghidupan. Penerapan tepat dari dasar yang digunakan
untuk memecahkan masalah dan biaya dalam penghidupan. Kaum Stoa juga disebut
sebagai tujuan hidup yang tertinggi adalah “harta yang terbesar”, yaitu cinta
hidup.Kemerdekaan moril sejati adalah dasar etik pada kaum Stoa.
2.4 Pengertian Skeptisisme dan pahamnya
C. Aliran Skeptisme
Skeptis
artinya ragu-ragu, sak wasangka atau sangsi. Aliran ini berpendapat bahwa
dibidang teoritis manusia tidak akan sanggup mencapai kebenaran. Pengethuan
kita boleh dipercaya. Maka agar manusia berbahagia, haruslah tidak mengambil
keputusan yang pasti tetapi haruslah selalu ragu-ragu. Mereka tidak mau terus
atau langsung menerima ajaran-ajaran yng datang dari ahli-ahli filosof masa
yang lampau.
Sebenarnya
aliran ini tidak konsekuen dengan pendapatnya sendiri. Pada masa itu ada dua
sekolah skeptis yang dalam beberapa hal berbeda dalam memberi maksud sikap
ragu-ragu. Dua sekolah tersebut adalah pyrohon dan akademi.
1) Sekolah skeptis Pyrrhon
Sekolah
ini terdapat di Elis yang tokohnya bernama Pyrrhon lahir tahun 360 SM dan
meninggal pada tahun 270 SM.
Pyrrhon
mengajarkan bahwa kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap
sesuatu yang dikatakan orang benar. Sebagai alasan disebutnya, bahwa di luar
ruang yang kosong dan atom yang bergerak , yang hanya dipikirkan oleh akal,
tidak ada yang dapat diketahui engan pasti. Apa yang diterima dari orang ke
orang. Rupanya saja benar. Karena itu orang harus sangsi terhadp hasil pikiran
yang disebutbenar. Pikiran itu sendiri saling bertentangn. Hal ini cukup
ternyta dalam pengalaman. Jalan sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup
ialah menjauhkan diri dari mengambil keputusan, tentang menentukan apa yang
dikatakan bagus dan buruk, apa yang baik dan jahat, apa yang adil dan tidak
adil.
2) Sekolah skeptis Akademia
Aliran
yang kedua ini memang lahir dlm Akademia yang didirika oleh plato. Seorang
tokoh alirn ini, Arkesilaos berpenadapat, bahwa cita-cita orang bijaksana
itulah bebas dari berbuat salah. Kaum Epikurus dan stoa mengatakan bahwa
memperoleh kebenaran yng sungguh-sungguh dengan membentuk dalm pikiran hasil
pandangan
Kemudian
tokoh lain aliran ini adala karneades, berpenapat bahwa kriterium bagi
kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandngan tak pernah dapt membedakn dengan
sahih panangan yang benar dan yang salah. Di kemukakan oleh karneadestiga
tingkat kemungkinan. Pertama pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan
itu tidak dapat dibantah. Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan
telah ditinjau dari segala sudut.
Dengan
keterangan karneades ini filosof skeptis yang bermula engan ragu-ragu akhirnya
berbelok ke jalan tengah. Menjadi filosofi untuk keperluan hidup sehari-hari.
Kemudian lagi sikap skeptis bermula itu berganti dengan sikap eklektika,
memilih mana yang terpakai saja. Aliran ini juga keluar dari Akademia yang
dibangun oleh plato dan sepeninggalnya bnyak sekali berganti pemimpin dan
berganti aliran. Kaum elektika dan dari ajaran Stoa. Aliran ini kemudian pindah
ke Roma. Penganjurnya yang utama di sana ialah Cicero.
2.5 Pengertian Neoplatonisme dan pahamnya
Neo
– Platonisme
Secara
keseluruhan Hellenisme Romawi mempunyai corak yang sama, dalam perkembangannya
dapat dibagi kedalam tiga masa.
Masa
pertama inilah abad ke-5 smpai pertengahan abad sebelum masehi. Aliran-aliran
yang terdapat didalamnya ialah:
a. aliran Epicure; pendirinya Epicurus.
Ajarannya ialah kebahagiaan manusia merupakan tujuan yang utam.
b. Aliran
Stoa: pendirinya Zeno. Ajrannya ialah agar manusia jngan sampai bisa
digerakkan oleh kegembiraan atau kesediaan (jadi menahan diri dalam
menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang
tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.
Aliran
ini merupakan rangkaian terakhir di fase Hellenisme-Romawi, yaitu fase
mengulang yang lama, bukan fase yang menciptakan yang baru. Aliran ini juga
maih berkisar pada filsafat yunani, tasawuf timur, dan memilih dari sana-sini
kemudian digabungkan. Karena dasar filsafatnya ialah kepercayaan rakyat yang
mempercayai kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka didalam
neo-platonisme tasawuf timur. jadi, neo-platonisme mengandung unsur-unsur
kemanusiaan (hasil usaha pemikiran manusia), keagamaan, dan keberhasilan (bukan
agama langit).
Neo-platonisme
dengan unsur-unsur tersebut datang dan bersatu dengan kaum muslimin melalui
aliran masehi timur dekat, tetapi dengan baju lain, yaitu tasawuf timur dan
pengakuan akan keesaan Tuhan, yang pertama dengan ketunggalan yang
sebenar-benarnya.
Perbeadaan
neo-platonisme dengan aliran iskandari yang berkembang sejak pertengahan abad
ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 ialah:
Neo-Platonisme
Aliran
Iskandariah
1. berkisar pada segi metafisika pada
filsafat yunani yang mungkin dalam beberapa hal berlawanan dengan agama masehi.
2.
lebih banyak mendasarkan pikirannya
pada seleksi dan pemaduan
1. lebih condong kepada matematika serta ilmu
alam, meninggalkan lapangan metafiika, dan tidak berlawanan dengan agama
masehi.
2. lebih banyak membuat ulasan-ulasan
terhadap pikiran-pikiran filsafat.
Platinus adalah tokoh yang terpenting. Ia
mendasarkan atas dua dialektika (dua jalan), yaitu:
- Dialektika menurun
- Dilektika menarik
Dialektika
menurun digunakan untuk menjelaskn wujud tertinggi (the Highest Being, atau the
First, atau At-Tabiatul-ula, atau Wujudul Awwal) dan cara keluarnya alam
dari-Nya.
Dengan
penjelasan terhadap wujud tertinggi itu Platonus terkenal dengan teorinya Yang
Esa atau Esanya Platonus. Dengan
penjelasan kedua, yaitu keluarnya alam dari Yang Esa, ia sampai kepada
kesimpulan bahwa semua wujud, termasuk didalamnya wujud pertama (Tuhan),
merupakan rangkaian mata rantai yang kuat erat, dan terkenal dengan istilah
kesatuan wujud (wihdatul-wujud).
Pada
akhir masa kuno. Neo-platonisme merupakan aliran intelektual yang dominan di
hampir seluruh wilayah Hellenistik, sehingga seakan-akan neo-platonisme
bersaingan dengan pandangan dunia yang berdasarkan agama kristen. Perhyrios
(232-301 M) murid platinus menulis suatu karya yang dengan tajam menyerang agama
kristen.
Namun
pada tahun 529 M kaisar Jurtianus dari Byzantium pelindung agama kristen
menutup semua sekolah filsafat Yunani di Athena. Peristiwa itu diangagap
sebagai akhir masa yunani purba.
BAB III
PENUTUP
1.1
SIMPULAN
Pemikiran filsafat
helenisme adalah filsafat Yunani untuk mencari hakikat sesuatu atau sebuah
pemikiran untuk mencari suatu kebenaran yang terjadi pada masa Yunani kuno. Yaitu pada masa Aleksander The Great
(Aleksander Agung) yang menggabungkan peradaban Yunani dengan peradaban Timur.
Hellenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme
Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya
dimiliki oleh orang-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme Romawi ialah fase yang
sudah datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat
yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut serta membicarakan peninggalan
pikiran Yunani. Pola fikir filsafat helenisme Yunani pada masa Aleksander
Agung, diantaranya : Dari periode Etik yaitu Epikuros, Stoisisme, dan Skeptisme. Dan
dari periode Religi yaitu Neo Pythagoras.
DAFTAR
PUSTAKA
Dari
Buku
· Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, 1,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 1
· syafieh, M.Phil.I dan Ismail Fahmi Arrauf, MA, Filsafat Umum Sebuah Pengantar, (Bandung: Citapustaka
Media Perintis), hlm. 6
· Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu,Jakarta : Surya Multi Grafika, 2005
· K Bertens. 1993. Sejarah Filsafat Yunani.
Yogyakarya: Penerbit Kanisius.
· Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi(Bandung
CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 98
Dari
Internet
Komentar
Posting Komentar