Langsung ke konten utama

Filsafat Helenisme, Stoisisme, Epikurisme, Skeptisisme, Neoplatonisme



Masa Helenisme, Stoisisme, Epikurisme, Skeptisisme, Neoplatonisme

DI SUSUN
OLEH:
NUR ANIDA                                           170101040231
GITA SONIA ARIANTI                         170101040451


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, dan Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sampai akhir hayat. Dalam kesempatan ini akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah Pengantar Filsafat yang berjudul “MASA HELENISME dan ROMAWI”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang dan sebagai motivasi bagi kami untuk lebih baik kedepannya.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen pengampu mata kuliah. Semoga Allah SWT, membalas amal kebaikannya. Jazaakumullah khairon . Aamiin.
Dengan segala pengharapan dan doa semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Barakallahu fiikum,Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Banjarmasin, 26 Maret 2018


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I      PENDAHULUAN............................................................................................
1.1. Latar belakang........................................................................................
1.2. Rumusan masalah...................................................................................
1.3. Tujuan penulisan.....................................................................................
BAB II     PEMBAHASAN..............................................................................................
1.1. Pengertian Hellenistis………………………………………………….
2.2. Faham Stoisisme.....................................................................................
2.3. Faham Epikurisme..................................................................................
2.4. Faham Skeptisisme.................................................................................
2.5. Faham Neoplatonisme............................................................................
BAB III    PENUTUP.......................................................................................................
3.1. Simpulan.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... iii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum kita membahas tentang filsafat helenisme atau filsafat masa helenistik romawi, akan lebih baik apabila kita memahami tentang apa itu filsafat dan apa itu helenisme, agar dalam pembahasan ini dapat difahami secara sistematis dan secara kronologis.
Berbicara tentang filsafat, sebenarnya kita sedang berbicara mencari hakikat sesuatu. Dan sesuatu inilah yang pada akhirnya menjadi obyek pembahasan filsafat, yaitu hakikat Tuhan, hakikat Manusia dan hakikat Alam. Diawali dari rasa ingin tahu akan hakikat sesuatu, dan rasa ketidak pastian atau ragu-ragu, seseorang secara terus menerus berfikir untuk mencari jawabannya. Maka upaya seseorang untuk mencari hakikat inilah sebenarnya ia sedang berfilsafat.
Dalam makalah ini penulis ingin mengajak manusia untuk berfikir atau berfilsafat sebagai ilmu pengetahuan yang luas yakni mengenai faham Hellenistis dan romawi.

1.2 Rumusan masalah
1. Pengertian Hellenistis dan latar belakangnya
2. Pengertian Stoisisme dan pahamnya
3. Pengertian Epikurisme dan pahamnya
4. Pengertian Skeptisisme dan pahamnya
5. Pengertian Neoplatonisme dan pahamnya
1.3  Tujuan penulisan
1.      Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara berfilsafat secara Hellenistis.
2.      Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara berfilsafat secara Stoisisme.
3.      Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara berfilsafat secara Epikurisme.
4.      Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara berfilsafat secara Skeptisisme.
5.      Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana cara berfilsafat secara Neoplatonisme.

BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT MASA HELENISME ROMAWI
1.      Pengertian Hellenisme / Hellenistik
Bertens (1993) berpendapat, mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Dimana banyak sekali bermunculan tokoh-tokoh pemikir sekaligus filosof yang lahir dalam “Dunia Yunani”, baik yang terkenal hingga mereka yang kurang terkenal dalam pemikirannya. Filosof yang terkenal kebanyakan dari mereka adalah yang menuliskan pemikirannya, seperti Aristoteles dengan tulisan-tulisannya. Meski adapula Filosof yang tidak menulis sebarispun seperti Thales, Phytagoras, dan Sokrates.[5]
Zaman sesudah Aristoteles memang zaman yang berbeda sekali dengan zaman Aristoteles. Zaman ini adalah zaman yang baru, yang dimulai dengan pemerintahan Aleksander Agung yaitu murid dari Aristoteles, dan disebut zaman Helenisme. Helenisme berasal dari kata Hellenizein (= berbahasa Yunani, dan juga menjadikan Yunani) sebagai roh dan kebudayaan Yunani sepanjang roh dan kebudayaan itu memberikan ciri-cirinya kepada para bangsa yang bukan Yunani disekitar lautan tengah, mengadakan perubahan-perubahan dibidang kesusasteraan, agama, dan keadaan bangsa-bangsa itu.[6]
Dalam perkembangan masa Helenisme ini ditandai dengan perubahan bentuk filsafat dari filsafat teoritis menjadi filsafat praktis dan membuat filsafat menjadi bagian dari seni hidup. Berbagai aliran yang muncul pada saat itu yang semuanya bertujuan untuk menentukan cita-cita hidup manusia. Keinginan memperoleh pengetahuan teori semakin beralih kepada ilmu-ilmu spesial. Makin mendalam penyelidikan ini dan makin tampak gunanya bagi penghidupan sehari-hari, akan tetapi orang makin acuh tak acuh terhadap teori-teori metafisika umum.
2.      Latar Belakang Historis Hellenisme
Pemerintahan Aleksander merupakan pemerintahan yang kuat dan memiliki banyak daerah taklukan. Dalam waktu sepuluh tahun sejak 334 hingga 324SM ia menaklukkan Asia Kecil, Siria, Mesir, Babilonia, Persia, Samarkand, Bactria, dan Punjab, dimana pada setiap daerah taklukan  ia selalu mendirikan kota Yunani dan mencoba mereproduksi lembaga-lembaga Yunani, disertai upaya pemerintahan sendiri. Berangsur-angsur ketika kawasan yang ia taklukkan kian meluas, ia memberlakukan kebijakan yang menganjurkan pembauran secara damai antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar, hal ini dapat mengacu pada beberapa faktor, diantaranta:
1.      Pasukan Aleksander tidak terlampau besar jumlahnya, tidak mungkin selamanya mempertahankan kekuasaan imperium yang sangat luas itu dengan jalan kekerasan, melainkan dalam waktu panjang, akan tergantung pada kerukunan dengan rakyat yang ditaklukkan.
2.      Bangsa Timur tidak terbiasa dengan pemerintahan apapun kecuali pemerintahan oleh seorang dewa-raja, yang oleh Aleksander dirasakan tepat untuk dibawakannya sendiri.[7]
Pemerintahan Aleksander menerima orang-orang Makedonia sebagai panglima pasukannya, bahkan memberikan sebutan “sahabat” untuk mereka. Para “sahabat” ini yang kemudian memberikan masukan saran dan kritik dan mengambil andil yang “berpengaruh” dalam pemerintahan Aleksander. Mereka yang memaksa Aleksander untuk lebih baik kembali setelah menaklukkan kawasan sungai Indus dan bukan meneruskan perjalanan untuk menaklukkan kawasan sungai Gangga.[8]
Bangsa timur lebih suka berdamai, asalkan keyakinan religius mereka dihargai. Hal ini tidaklah sulit bagi Aleksander yang kemudian menyatakan dirinya adalah putra dewa. Perjalanan karier Aleksander sangatlah menakjubkan sehingga mungkin saja ia beranggapan bahwa asal-ususlnya yang ajaib itulah penjelasan terbaik atas keberhasilannya yang luar biasa.
Anggapan bahwa bangsa Yunani adalah bangsa yang lebih unggul derajatnya daripada bangsa Barbar pernah diungkapkan pada sebuah ungkapan pandangan umum yang menyatakan ras utara bersemangat, ras selatan beradab, namun hanya bangsa Yunananilah yang penuh semangat sekaligus beradab. Plato dan Aristoletes berpendapat bahwa tidak selayaknya bangsa Yunani dijadikan budak, namun mereka tidak berpendapat demikian mengenai bangsa Barbar.
Aleksander yang tidak sepenuhnya bangsa Yunani mencoba meruntuhkan sikap superioritas ini. Ia sendiri mengawini dua putri barbar, dan ia memaksa para pengikutnya untuk menikahi kaum perempuan Persia. Banyak terjadi perkawinan silang antara pasukan yang dibawa Aleksander yang kemudian menikahi kaum perempuan pribumi. Dampak dari kebijakan ini adalah timbulnya konsepsi tentang umat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam pemikiran orang-orang terpelajar. Sikap inipun menciptakan hasil berupa hubungan timbal balik antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar. Orang Barbar memetik sesuatu hal dari ilmu pengetahuan Yunani, sedangkan orang Yunani mendapat banyak pelajaran dari takhayul bangsa Barbar. Peradaban Yunani, setelah menjangkau wilayah lebih luas, menjadi tidak sepenuhnya Yunani. Pembauran serta penerimaan budaya yang berbeda, namun masih Yunani (mengadopsi budaya Yunani) inilah yang dikenal dengan Helenisme, sebuah paham “ke-Yunani-an” yang menerima bangsa lain dalam kehidupan bermasyarakatnya dibawah pemerintahan Aleksander.[9]

2.2 Pengertian Stoisisme dan pahamnya
A.   Aliran Stoa / Stoisisme
Aliran ini didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133 266 SM). Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 SM, dan meninggal di Athena pada tahun 264 SM. Ia mencapai umur 76 tahun.
Seperti dengan kaum Epikurus, kaum Stoa membagi filsafat dalam tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik. Logika dan fisika umumnya dipergunakan sebagai dasar etiknya. Etiknya ialah memberi petunjuk tentang sikap sopan santun dalam penghidupan. Menurut pendapat mereka, tujuan yang terutama dari segala filsafat ialah menyempurnakan moral manusia.
1)          Logika
Logika menurut kaum Stoa, maksudnya memperoleh kriterium tentang kebenaran. Dalam hal ini mereka mempergunakan juga teori reproduksi dari Demokritus.
Menurut kaum Stoa, ucapan Aristoteles adalah suatu dalil yang belum dinyatakan benarnya. Suatu Petitio Principil, yaitu menerima sesuatunya sebelum diterangkan . Kriterium bagi sesuatu kebenaran terletak pada evidensinya. Kenyataannya bahwa isi pemandangan itu terletak pada pikiran. Buah pikiran benar, apabila pemandangan itu kena, yaitu memaksa kita membenarkannya. Pemandangan yang benar ialah suatu pemandangan yang menggambarkan barang yang dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya.
Kaum Stoa bertentangan pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Pengertian itu mempunyai realita, ada pada dasarnya. Ingat, misalkan ajaran Plato tentang idea. Pengertian Umum, sebagai perkumpulan, kampung, binatang dan lain sebagainya adalah suatu realita, benar adanya. Menurut kaum Stoa, pengertian umum itu tidak ada relitanya, semua itu hanya cetakan pikiran yang subyektif untuk mudah menggolongkan barang – barang yang nyata. Hanya barang – barang yang kelihatan yang mempunyai realita, nyata adanya. Orang laki – laki, orang perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah suatu realita. Kumpulan jenis bukan suatu realita.. Pendapat kaum Stoa ini disebut dalam filsafat pendapat nasionalisme, sebagai lawan dari realisme.
2)          Fisika
Dalam aliran Stoa, masalah fisika tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi meliputi juga teologi. Menurut mereka bahwa alam mempunyai dua dasar yaitu yang bekerja dan yang dikerjakan. Yang bekerja ialah Tuhan dan yang dikerjakan ialah materi.
Menurut Kaum Stoa, alam semesta ini ditentukan oleh suatu kuasa yang disebut Legos (pikiran semesta). Oleh sebab itu semua kejadian tunduk kepada hukum alam yang berjalan.
Fisika kaum Stoa ini menjadi pandangan hidupnya. Oleh karena semua yang terjadi dalam dunia ini berlaku menurut hukum alam dan ratio, adanya Tuhan untuk keselamatan manusia, maka kaum Stoa mempunyai pandangan hidup yang optimis. Semuanya terjadi menurut kemestian dalam edaran yang tetap, terima itu dengan sabar dan gembira.
3)          Etik
Etika menurut kaum Stoa adalah untuk mencari dasar – dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian melaksanakan dasar- dasar itu dalam penghidupan. Kaum Stoa berpendapat, bahwa tujuan hidup yang tertinggi ialah memperoleh harta yang terbesar nilainya, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.
Kaum Stoa mengatakan , bahwa moral itu baru sempurna kalau kesenangan masyarakat. Sesuai dengan itu mereka berpendapat, bahwa persekutuan sosial manusia, yaitu negara, adalah syarat pertama untuk melaksanakan budi yang terutama, yaitu keadilan. Tugas utama dari keadilan ialah menyempurnakan pergaulan manuisa. Pada tingkat itu terdapat lagi budi yang pokok, yaitu menyesuaikan saya dengan semuanya dengan sempurna. Siapa yang melaksanakan keadilan melenyapkan sekaligus pertentangan antara keperluan diri sendiri dan keperluan umum.
Pada tingkat itu terdapat lagi budi yang pokok, yaitu menyesuaikan saya dengan semuanya dengan sempurna. Siapa yang melaksanakan keadilan melenyapkan sekaligus pertentangan antara keperluan sendiri dan keperluan umum.
Oleh karena dalam tubuh semua manusia hidup suatu akal yang serupa, yang berkuasa sebagai suatu hukum umum dalam negara yang ideal, maka dapat pula berlaku hanya satu peraturan, satu hukum dan satu negara.

2.3 Pengertian Epikurisme dan pahamnya
A. Epikuros (341 SM)
Epikurosiburan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena, dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Filsafat Epikuros diarahkan pada satu tujuan belaka; memberikan fakta kebahagiaan kepada manusia. Epikuros berbeda dengan Aristoteles yang mengutamakan penyelidikan ilmiah, ia hanya mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya dan hasil penelitian yang dikenalnya, sebagai alat untuk membebaskan manusia dari ketakutan agama. Yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam hati manusia oleh agama Grik lama. Menurutnya, sangat sulit untuk menjadi penghalang besar untuk dicuri. Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros adalah seorang filosof yang bertujuan arah filsafatnya untuk mencapai puncak hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini menganut paham atheis. Hal ini semata-mata melakukan untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang melanggar. Menurutnya, filsafat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1) Logika . Epikuros menyoroti bahwa logika harus menghasilkan norma dan pengetahuan untuk kebenaran. Norma dan referensi itu diperoleh dari pemandangan. Semua yang kita lakukan adalah benar. Baginya adalah kriteria yang ditetapkan untuk mencapai kebenaran. Logikanya tidak menerima kebenaran sebagai hasil pemikiran. Kebenaran hanya dicapai dengan pemandangan dan pengalaman.
2) Fisika.  Teori fisika yang ia ciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kebenaran pada dewa-dewa. Ia menyatakan bahwa dunia ini tidak digulirkan dan dikuasai dewa-dewa, yang digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Segala yang terjadi dilakukan oleh sebab-sebab kausal dan mekanis. Tidak perlu dewa-dewa itu diikutsertakan dalam hal peredaran alam ini. Manusia merdeka dan berkuasa sendiri untuk menentukan nasibnya. Segala fatalisme berdasar kepada kepercayaan yang keliru. Manusia tidak hidup lagi, dan hidup di dunia ini terbatas pula lamanya, maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak ternilai mahal.
Oleh sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan. Dari sudut fisika yang dikemukakan Epikuros, sangat terlihat bahwa ia adalah penganut paham atheisme. Teori-teori yang ia ciptakan adalah untuk menihilkan peran Tuhan di dunia ini.
3)  Etik.  Ajaran etik epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup adalah barang yang paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling penting dan mulia menurutnya adalah kesenangan jiwa.
Dari epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam maka akibatnya bisa fatal sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis bagi para penjodohan epikuros ini. Di sinilah jika kita bisa melakukan telan mentah-mentah tanpa ada proses penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak dilandasi dengan akidah yang kuat.
B. Stoa (340 SM)
Pendirinya adalah Zeno dari Kition. Ia melatih di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi. Pada awalnya ia adalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu saat kapalnya pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba tiba-tiba belajar filsafat. Ia belajar untuk Kynia dan Megaria, dan akhirnya belajar pada akademisi di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.
Setelah keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik is "Stoa". Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Dalam studi lain bahwa ajaran ajaran etik Stoa adalah bagaimana manusia hidup selaras dengan keselarasan dunia. Boleh dilakukan mereka kebajikan adalah akal budi yang lurus, yaitu akal budi yang sesuai dengan akal budi dunia. Pada akhirnya akan mencapai citra idaman seorang bijaksana; hidup sesuai dengan alam.
Ajarannya tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1)  Logika:  Menurut kaum Stoa, Logika maksudnya membeli keseimbangan tentang kebenaran. Dalam hal ini, mereka memiliki Pengeluaran dengan Epikuros. Apa yang dipikirkan yang lain dari yang telah diketahui. Buah pikiran benar, pemandangan itu adalah kena, yaitu keberanian kita membenarkannya. Pemandangan yang benar-benar adalah pemandangan yang mencerminkan barang-barang yang mirip dengan terang dan tajam. Orang-orang yang suka itu membanarkan dan menerima isinya.
Ketika kita melihat sesuatu barang, gambarannya tinggal di otak kita sebagai ingatan. Jumlah ingatan yang banyak menjadi pengalaman. Kaum Stoa berpendapat pendapatnya dengan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato dan Aristoteles pengertian itu memiliki realita, ada pada dasarnya. Ingat seperti ajaran Plato tentang ide. Pengertian umum, seperti perkumpulan, kampung, binatang dan lain sebagainya adalah realita, benar adanya. Namun, menurut kaum Stoa, pengetian umum itu tidak ada realitanya, semuanya itu adalah pikiran yang subjektif untuk dapat menggolongkan barang-barang yang nyata. Hanya barang-barang yang kelihatan yang memiliki realita, nyata adanya. Seperti orang laki-laki, orang perempuan, kuda putih, kucing hitam adalah realita.
Pendapat kaum Stoa ini disebut dalam filsafatnya  nominalisme,  sebagai lawan dari  realisme.
2)  Fisika  :  kaum Stoa tidak saja memberi Pelajaran tentang alam, tetapi juga mencakup teologi. Zeno sebagai Pendiri Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar pembangun adalah api yang membangun sebagai satu bagian dari alam. Tuhan itu menyebar ke seluruh dunia sebagai nyawa, seperti api yang membangun berdasarkan sesuatu tujuan. Semua yang ada dari api dunia itu atau Tuhan dalam berbagai macam bentuk.
Menurut mereka dunia ini akan kiamat dan terjadi lagi berganti-ganti. PADA akhirnya Tuhan menarik Semuanya Kembali padanya, Oleh KARENA ITU PADA Kebakaran Dunia Yang Hebat, ITU Semuanya Menjadi api. Dari api Tuhan itu, terjadi kembali dunia baru yang mencapai bagian yang sekecil-kecilnya mirip dengan dunia yang kiamat dahulu.
3)  tik E.  Inti dari filsafat Stoa adalah etiknya. Maksud etiknya itu adalah mencari dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan. Penerapan tepat dari dasar yang digunakan untuk memecahkan masalah dan biaya dalam penghidupan. Kaum Stoa juga disebut sebagai tujuan hidup yang tertinggi adalah “harta yang terbesar”, yaitu cinta hidup.Kemerdekaan moril sejati adalah dasar etik pada kaum Stoa.

2.4 Pengertian Skeptisisme dan pahamnya
C.   Aliran Skeptisme
Skeptis artinya ragu-ragu, sak wasangka atau sangsi. Aliran ini berpendapat bahwa dibidang teoritis manusia tidak akan sanggup mencapai kebenaran. Pengethuan kita boleh dipercaya. Maka agar manusia berbahagia, haruslah tidak mengambil keputusan yang pasti tetapi haruslah selalu ragu-ragu. Mereka tidak mau terus atau langsung menerima ajaran-ajaran yng datang dari ahli-ahli filosof masa yang lampau.
Sebenarnya aliran ini tidak konsekuen dengan pendapatnya sendiri. Pada masa itu ada dua sekolah skeptis yang dalam beberapa hal berbeda dalam memberi maksud sikap ragu-ragu. Dua sekolah tersebut adalah pyrohon dan akademi.
1)    Sekolah skeptis Pyrrhon
Sekolah ini terdapat di Elis yang tokohnya bernama Pyrrhon lahir tahun 360 SM dan meninggal pada tahun 270 SM.
Pyrrhon mengajarkan bahwa kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap sesuatu yang dikatakan orang benar. Sebagai alasan disebutnya, bahwa di luar ruang yang kosong dan atom yang bergerak , yang hanya dipikirkan oleh akal, tidak ada yang dapat diketahui engan pasti. Apa yang diterima dari orang ke orang. Rupanya saja benar. Karena itu orang harus sangsi terhadp hasil pikiran yang disebutbenar. Pikiran itu sendiri saling bertentangn. Hal ini cukup ternyta dalam pengalaman. Jalan sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup ialah menjauhkan diri dari mengambil keputusan, tentang menentukan apa yang dikatakan bagus dan buruk, apa yang baik dan jahat, apa yang adil dan tidak adil.
2)    Sekolah skeptis Akademia
Aliran yang kedua ini memang lahir dlm Akademia yang didirika oleh plato. Seorang tokoh alirn ini, Arkesilaos berpenadapat, bahwa cita-cita orang bijaksana itulah bebas dari berbuat salah. Kaum Epikurus dan stoa mengatakan bahwa memperoleh kebenaran yng sungguh-sungguh dengan membentuk dalm pikiran hasil pandangan
Kemudian tokoh lain aliran ini adala karneades, berpenapat bahwa kriterium bagi kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandngan tak pernah dapt membedakn dengan sahih panangan yang benar dan yang salah. Di kemukakan oleh karneadestiga tingkat kemungkinan. Pertama pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan itu tidak dapat dibantah. Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan telah ditinjau dari segala sudut.
Dengan keterangan karneades ini filosof skeptis yang bermula engan ragu-ragu akhirnya berbelok ke jalan tengah. Menjadi filosofi untuk keperluan hidup sehari-hari. Kemudian lagi sikap skeptis bermula itu berganti dengan sikap eklektika, memilih mana yang terpakai saja. Aliran ini juga keluar dari Akademia yang dibangun oleh plato dan sepeninggalnya bnyak sekali berganti pemimpin dan berganti aliran. Kaum elektika dan dari ajaran Stoa. Aliran ini kemudian pindah ke Roma. Penganjurnya yang utama di sana ialah Cicero.

2.5 Pengertian Neoplatonisme dan pahamnya
Neo – Platonisme
Secara keseluruhan Hellenisme Romawi mempunyai corak yang sama, dalam perkembangannya dapat dibagi kedalam tiga masa.
Masa pertama inilah abad ke-5 smpai pertengahan abad sebelum masehi. Aliran-aliran yang terdapat didalamnya ialah:
a.     aliran Epicure; pendirinya Epicurus. Ajarannya ialah kebahagiaan manusia merupakan tujuan yang utam.
b.     Aliran  Stoa: pendirinya Zeno. Ajrannya ialah agar manusia jngan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesediaan (jadi menahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.
Aliran ini merupakan rangkaian terakhir di fase Hellenisme-Romawi, yaitu fase mengulang yang lama, bukan fase yang menciptakan yang baru. Aliran ini juga maih berkisar pada filsafat yunani, tasawuf timur, dan memilih dari sana-sini kemudian digabungkan. Karena dasar filsafatnya ialah kepercayaan rakyat yang mempercayai kekuasaan yang banyak. Karena sistem pilihan ini pula, maka didalam neo-platonisme tasawuf timur. jadi, neo-platonisme mengandung unsur-unsur kemanusiaan (hasil usaha pemikiran manusia), keagamaan, dan keberhasilan (bukan agama langit).
Neo-platonisme dengan unsur-unsur tersebut datang dan bersatu dengan kaum muslimin melalui aliran masehi timur dekat, tetapi dengan baju lain, yaitu tasawuf timur dan pengakuan akan keesaan Tuhan, yang pertama dengan ketunggalan yang sebenar-benarnya.
Perbeadaan neo-platonisme dengan aliran iskandari yang berkembang sejak pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan abad ke-7 ialah:
Neo-Platonisme
Aliran Iskandariah
1.     berkisar pada segi metafisika pada filsafat yunani yang mungkin dalam beberapa hal berlawanan dengan agama masehi.
2.     lebih banyak mendasarkan pikirannya pada seleksi dan pemaduan
1.     lebih condong kepada matematika serta ilmu alam, meninggalkan lapangan metafiika, dan tidak berlawanan dengan agama masehi.
2.     lebih banyak membuat ulasan-ulasan terhadap pikiran-pikiran filsafat.
 Platinus adalah tokoh yang terpenting. Ia mendasarkan atas dua dialektika (dua jalan), yaitu:
-         Dialektika menurun
-         Dilektika menarik
Dialektika menurun digunakan untuk menjelaskn wujud tertinggi (the Highest Being, atau the First, atau At-Tabiatul-ula, atau Wujudul Awwal) dan cara keluarnya alam dari-Nya.
Dengan penjelasan terhadap wujud tertinggi itu Platonus terkenal dengan teorinya Yang Esa atau Esanya  Platonus. Dengan penjelasan kedua, yaitu keluarnya alam dari Yang Esa, ia sampai kepada kesimpulan bahwa semua wujud, termasuk didalamnya wujud pertama (Tuhan), merupakan rangkaian mata rantai yang kuat erat, dan terkenal dengan istilah kesatuan wujud (wihdatul-wujud).
Pada akhir masa kuno. Neo-platonisme merupakan aliran intelektual yang dominan di hampir seluruh wilayah Hellenistik, sehingga seakan-akan neo-platonisme bersaingan dengan pandangan dunia yang berdasarkan agama kristen. Perhyrios (232-301 M) murid platinus menulis suatu karya yang dengan tajam menyerang agama kristen.
Namun pada tahun 529 M kaisar Jurtianus dari Byzantium pelindung agama kristen menutup semua sekolah filsafat Yunani di Athena. Peristiwa itu diangagap sebagai akhir masa yunani purba.










BAB III
PENUTUP


1.1  SIMPULAN
Pemikiran filsafat helenisme adalah filsafat Yunani untuk mencari hakikat sesuatu atau sebuah pemikiran untuk mencari suatu kebenaran yang terjadi pada masa Yunani kuno. Yaitu pada masa Aleksander The Great (Aleksander Agung) yang menggabungkan peradaban Yunani dengan peradaban Timur. Hellenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh orang-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme Romawi ialah fase yang sudah datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan romawi, yang ikut serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani. Pola fikir filsafat helenisme Yunani pada masa Aleksander Agung, diantaranya : Dari periode Etik yaitu Epikuros, Stoisisme, dan Skeptisme. Dan dari periode Religi yaitu Neo Pythagoras.










DAFTAR PUSTAKA

Dari Buku
· Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 1
· syafieh, M.Phil.I dan Ismail Fahmi Arrauf, MA, Filsafat Umum Sebuah Pengantar, (Bandung: Citapustaka Media Perintis), hlm. 6
· Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu,Jakarta : Surya Multi Grafika, 2005
· K Bertens. 1993. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarya: Penerbit Kanisius.
· Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum Dari Metologi sampai Teofilosofi(Bandung CV PUSTAKA SETIA,2008) hal., 98

Dari Internet



Komentar