Makalah Aqidah Akhlak
Pentingnya Pembinaan Akhlak Dalam Rumah Tangga
Oleh Kelompok II
Sudirman (10800113179)
Nurul Aini Ridwan (10800113174)
Asriana S (10800113163)
Muh. Nur Ikhsan (10800113)
Mutia Apriyanti (10800113167)
Andi Nurlinda (10800113)
Ridha Farida (10800113)
KATA PENGANTAR
بسم اﷲ الرحمن الرحيم
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul”Pentingnya Pembinaan Akhlak Dalam Rumah Tangga “ ini sesuai waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami sampaikan kepada semua pihak, Dosen pembimbing, teman-teman, dan keluarga yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan semangat yang tak terhingga.Yang mampu menyelesaikan tugas ini sehingga penulis dapat memenuhi tugas dengan baik dan lancar.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tugas ini, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan guna untuk perbaikan pada tugas berikutnya.
Akhirnya, kami hanya berharap, agar tugas ini dapat meransang kami untuk membuat tugas yang lebih baik lagi.Di samping itu kami sangat berharap semoga dengan adanya Makalah ini dapat bermanfa’at bagi para pembaca, Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb
selasa 01 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………………….........
I.I Latar Belakang ……………………………………………………..............
I.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………......... I.3 TUJUAN …………………………………………………………………..
BAB II
PEBAHASAN …………………………………………………………………..
II.1 Pengertian keluarga …………………………………………………….......
II.2 Akhlak Istri Kepada Suami……………………………………………….
II.3 Akhlak Suami Kepada Istri ............................................................................
II.4 Membentuk anak yang sholeh dan sholehah …...............................................
II.5 Akhlak kepada orang tua {birrul walidain} ...................................................
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan …………………………………………………………........
III.2 Saran ………………………………………………………………….......
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga, pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ialakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri.
Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk berakhlak mulia kepada istrinya,Karenaakhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga karena dia sebagai sebagai pimpinan.
Kemudian ia di haruskan utk mendidik anak istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Wahai orang – orang yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg kasar, yg keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh para pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan. Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi memikirkan calon kekasih atau terganggu
I.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, maka penulis memperoleh beberapa perumusan masalah.rumusan masalah itu antara lain adalah :
1. Apakah Keluarga itu ?
2. Bagaimana Akhlak Istri Kepada Suami ?
3. Bagaimana Akhlak Suami Pada Istri ?
4. Bagaimana Membentuk Anak Yang Sholeh Dan Sholehah ?
I.3 Tujuan
Dendan rumusan masalah tersebut maka penulis memperoleh beberapa tujuan .Tujuan penyusun makalah ini antara lain :
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang akhlak berkeluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Keluarga
Keluarga dalam bahasa arab adalah AL - Usroh yang berasal dari kata al- asru yang secara etimologis nempunyai arti ikatan.Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritualdimana anggota keluarga terkait dalam suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungansilaturrahim. Sementara satu . Al- Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat. Dari beberapa pengertian di atas dapatdisimpulkan bahwa pengertian keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi,keluarga dan masyarakat.
Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari perkawinan (laki-laki dan perempuan dan kelahiran manusia seperti yang ditegaskan Allah dalm surat an-Nisa ayat satu yang berbunyi:
Keluarga dalam bahasa arab adalah AL - Usroh yang berasal dari kata al- asru yang secara etimologis nempunyai arti ikatan.Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritualdimana anggota keluarga terkait dalam suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan satu dengan yang lain atau hubungansilaturrahim. Sementara satu . Al- Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat. Dari beberapa pengertian di atas dapatdisimpulkan bahwa pengertian keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi,keluarga dan masyarakat.
Dalam norma ajaran sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari perkawinan (laki-laki dan perempuan dan kelahiran manusia seperti yang ditegaskan Allah dalm surat an-Nisa ayat satu yang berbunyi:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorangdiri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
(an-Nisa’ ayat 1).Asal-usul ini erat kaitannya dengan aturanIslam bahwa dalam upaya pengembangbiakan keturunan manusia,hendaklah dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga di luar peraturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.
II.2 Akhlak Istri Kepada Suami
Adapun kewajiban bagi seorang istri kepada suaminya di bagi menjadi 5
Pertama, alangkah mulianya seorang wanita yang berjiwa qana`ah, cermat dalam membelanjakan harta demi mencukupi suami dan anak-anaknya.Dahulu kala, para wanita kaum salaf memberi wejangan kepada suami atau ayahnya, “Berhatilah-hatilah engkau dari memperoleh harta yang tidak halal.Kami akan sanggup menahan rasa lapar namun kami tak akan pernah sanggup merasakan siksa api neraka.”
Kedua, istri shalihah adalah istri yang berbakti kepada suaminya, mendahulukan hak suami sebelum hak dirinya dan kerabat-kerabatnya.Termasuk dalam masalah taat kepada suami adalah berlaku baik pada ibu mertua. bukanlah istri shalihah yg dinyatakan dlm hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguh dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adl wanita/istri shalihah.”
Dan bukan istri yg digambarkan Rasulullah SAW kepada ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhuma:
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَاغَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki yaitu istri shalihah yg bila dipandang akan menyenangkannya bila diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta dan keluarganya.”
Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dlm timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dlm surga.
Oleh karena itu wahai para istri perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah akhlak yg baik itu berat dlm timbangan nanti di hari penghisaban dan akan memasukkan pemiliknya ke dlm surga.
Ketiga, istri sebagai guru pertama bagi anak-anak, hendaknya mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, memperdengarkan kata-kata yang baik, mendoakan mereka dengan doa yang baik pula. Semuanya itu merupakan implementasi bakti istri kepada suaminya.
Keempat, karakter istri dengan adab baik adalah tidak mengadukan urusan rumah tangga dan mengungkit-ungkit perkara yang pernah membuat diri si istri sakit hati dalam pelbagai forum. Hal yang sering terjadi pada diri seorang wanita yaitu menceritakan keadaan buruk yang pernah menimpanya kepada orang lain. Seakan dengan menceritakan masalah yang melilit dirinya urusan akan terselesaikan. Namun yang terjadi sebaliknya, keburukan dan aib keluarga justru menjadi konsumsi orang banyak, nama baik suami dan keluarga terpuruk, dan jalan keluar tak kunjung ditemukan.
kelima, tidak keluar dari rumahnya tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari suami. Mengenai hal ini, Nabi telah mewanti-wanti dengan bersabda, “Hendaknya seorang wanita (istri) tidak keluar dari rumah suaminya kecuali dengan seizin suami.Jika ia tetap melakukannya (keluar tanpa izin), Allah dan malaikat-Nya melaknati sampai ia bertaubat atau kembali pulang ke rumah.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ibnu `Asakir dari Abdullah bin Umar).
II.3 Akhlak Suami Kepada Istri
Adapun beberapa kewajiban seorang suami kepada seorang istri
pertama yang wajib diketahui dalam mempergauli istri adalah mengedepankan sikap welasasih, cinta, dan kelembutan. Dalam Al-Qur`an, Allah berfirman;
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللّهُ فِيهِ خَيْرا ً
‘’Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِم
“Mukmin yg paling sempurna iman adalah yang paling baik akhlak dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar.Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di tengah masyarakat, ia mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam tutur kata, sopan dalam perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya sendiri dengan sikapnya saat berbicara kepada masyarkat.
Ketiga, seorang suami sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh dalam menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan. Suami tangguh adalah suami yang tidak mudah terpancing untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang kurang tepat demi cinta dan rasa sayangnya kepada istri.Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi paraistrinya.
Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan, “Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.”(HR. Muslim).
Keempat, seorang suami hendaknya mampu mencandainya.Adanya canda dan tawa dalam kehidupan berumah tangga lazim selalu dilakukan. Bayangkan apa yang terjadi jika pasangan suami-istri melalui hari-harinya tanpa canda. Lambat laun rumah tangganya menjadi bak areal pemakaman yang sepi, senyap, hampa.Suami yang ingin menunaikan hak-hak istrinya akan berusaha mengundang canda, gurauan, yang mencairkan suasana dengan senyum dan tawa; berusaha untuk bermain perlombaan dengan istri seperti yang dilakukan Rasulullah kepada istrinya Aisyah Ra.Dalam diri setiap manusia terdapat sifat kekanak-kanakan, khususunya pada diri seorang wanita. Istri membutuhkan sikap manja dari suaminya dan karenanya jangan ada yang menghalangi sikap manja seorang suami untuk istrinya.
II.4 Membentuk Anak Yang Sholeh Dan Sholehah
Setiap orang tua pasti mendambakan anak yang shalih, berakhlak mulia, berguna bagi nusa dan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut orang tua memiliki peran yang sangat penting, sebab keluarga merupakan arena pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, sebab setelah kelahirannya, ia berinteraksi dengan orang tua dan keluarganya.Anak lahir ke dunia dalam keadaan fitrah. Ia tiada mempunyai dosa warisan dari siapapun juga. jelaslah bahwa pendidikan yang diberikan orang tua sangat berpengaruh bagi anak sehingga jika pendidikan tersebut tidak baik, maka hasilnya juga tidak baik.
Demikian pula bila orang tua berusaha dan melakukan pendidikan terhadap anaknya dengan baik, maka hasilnyapun baik pula bagi anak.[6] Akan tetapi karena keterbatasan orang tua dalam mengajar dan mendidik anak, maka untuk kelanjutan pendidikan memerlukan bantuan orang(guru/ustadz/kyai) untuk memberi pendidikan yang intensif. Hal ini dilakukan karena anak harus disiapkan sedini mungkin secara terarah, teratur dan disilin agar dapat bertahan dalam kehiduan yang dinamis dan mampu mengantisipasi dari godaan dan hal-hal yang dapat merusak keimanan.
Dalam era globalisasi ini, keterbukaan budaya sangat memengaruhi terhadap prilaku, sikap dan mental anak, suasana lingkungan dan perkembangan teknologi membawa dampak yang besar terhadak kehidupan kerohanian dan perubahan nilai-nilai. Bertolak dariinilah orang tua dengan mutlak harus memberi bekal kerohanian kepada anak-anaknya.
Keluarga adalah sebagai suatu masyarakat kecil, mempunyai peran bagi pendidikan akhlak anak-anak, karena bagi anak, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam interaksi.
Orang tua merupakan sebutan yang ditunjukan pada ayah dan ibu yang mempunyai anak, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang baik, berakhlakul karimah. Karena keduanya merupakan orang yang sering diajak berinteraksi juga menjadi figure yang selalu ditiru oleh anak.
Pendidikan anak, terutama pendidikan akhlak bagi anak-anak menjadi sangat penting karena mereka akan menghadapi suatu yang sama sekali berbeda dengan yang kita hadapi sekarang. Pembekalan akhlak pada anak-anak menjadi dominant supaya mereka mampu bertahan hidup dengan terhindar dari semua yang akan menjerumuskan mereka kedalam hal-hal yang. Mengingat begitu pentingnya pendidikan akhlak yang dilakukan dari sebuah latanan yang paling kecil yaitu keluarga, maka banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menekankan pentingnya pendidikan akhlak, yang salah satunya terdapat dalam surat an-Nisa’ ayat 36. dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa akidah sangat erat kaitannya dengan ibadah dan akhlak. Sesudahkita diperintahkan untuk menyembah Allah dan dilarang menyekutukan-Nya dengansesuatu apaun, baik itu waktu, jabatan, pekerjaan, kesenangan, kedudukan, berhala ataupun yang lain.
II.2 Akhlak kepada orang tua {birrul walidain}
istilah birrul walidain berasal langsung dari Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah riwayat disebut bahwa ‘Abdullah ibn mas’ud seorang sahabat Nabi yang terkenal bertanya kepada Rasulullah saw tentang amalan apa yang di sukai oleh ALLAH SWT, Beliau menyebutkan pertama sholat tepat pada waktunya; kedua birrul walidain dan ketiga, al-jihadu
fi sabilillahi (H, mutafaqun ‘alaihi)
birrul walidain terdiri dari kata birru dan al- walidaini .birru atau al- birru yang artinya kebajikan (ingat penjelasan tentang al-birru dalam surat Al-baqarah ayat 1772), al- walidain artinya dua orang tua atau bapak dan ibu’, jadi birrul walidainartinya adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua, seperti dalam firman allah swt:
“dan tuhanmu telah memerintahkanmu supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu “(QS, Al-isra’:23)”
v kedudukan birrul walidain
birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam, ada beberapa alasan yang membuktikan hal tersebut, antara lain dalam firman allah:
“dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani israil yaitu:
janganlah kamu menyembah selain allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu,( QS.Al-baqarah”ayat 83)”
Dalam hadist rasulullah SAW menyebutkan bahwa:
“keridhoan allah ada pada keridhoan orang tua dan kemarahan allah ada terhadap kemarahan orang tua” (HR. Tirmidzi)
Demikianlah allah dan rasul-nya menempatkan birrul walidain pada posisi yang istimewa setelah ibadah kepadanya dan menjadi sebuah landasan akan keridhoanya,sehingga berbuat baik kepada orang tua menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada orang tua menempati posisi yang sangat hina,
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang iu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Dan hal itu di jelaskan dalam (surat luqman ayat 14) sebagaiman yang telah kita kutip di atas. Kemudian bapak sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui, tapi dia berperan penting dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi,membesarkan dan mendidik anakya sehingga ia mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tak terbatas
berdasarkan hal-hal demikian, maka wajar jika seorang anak di tuntut untuk berbuat kebaikan dengan sebaik-baikya kepada ke-2 orang tuanya dan di larang keras untuk mendurhakai keduanya.
Bentuk-bentuk birrul walidain
banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan birrul walidain tersebut,
antara lain sebagai berikut:
1. Mengikuti apa yang orang tua inginkan dalam berbagai aspek kehidupan baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh maupun masalah lainya. Dengan catatan keinginan atau saran dari orang tua tersebut sesuai dengan ajaran islam, dan pabaila bertentangan maka anak wajib menolaknya dengan cara yang baik, seraya dengan meluruskan hal sedemikian sesuai dengan tuntunan al-Qur’an:“dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya dengan baik...”(QS, al-luqman ayat 15)
Rasulullah juga menegaskan bahwa:
“tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanyalah semata dalam hal yang ma’ruf..”(HR. Muslim)
Dalam hal ini sering terjadi sebuah problem, bagaiman ajika orang tua dan anak berbeda pendapat dan keinginan. Misalkan dalam hal menentukan sekolah mana yang akan di masuki, pekerjaan, atau yang sering terjadi dalam lingkup masyarakat seperti menentukan jodoh jodoh misalnya, bahkan tidak jarang seorang anak menikah tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya, apabila hal ini di lakukan oleh seorangmuslimah maka itu merupakan pelanggaran akhlak dan juga pelanggaran hukum (fiqih), karna seorang wanita harus di nikahkan oleh walinya atau petugas yang mendapatkan perwakilan dari walinya, dan apabila hal tersebut di lakukan oleh seorang pemuda muslim,maka jika kita melihat dari hukum (fiqih) tidak ada yang di langgarnya (nikahnya sah) tapi bagaimana dari segi akhlak, hal ini sering trjadi problem karna seorang anak harus patuh kepada kedua orang tuanya, dalam hal ini biasanya sang anak seringkali ber-alasan karna tidak ingin memungkiri janjinya dan tidak ingin mengecewakan calon isterinya (karena terlanjur berjanji). sebenarnya hal yang harus di lakukan adalah mengajak musyawarah kedua orang tua terlebih dahulu sebelum menikah, jangan setelah dia terbentur baru dia mengaku dan memberi alasan (karena tidak ingin mengecewakan calon isterinya), maka dalam kasus yang seperti ini akhlak seorang anak di uji, apakah dia lebih mengutamakanorang tuanya yang amat besar jasanya, atau mengecewakan wanita yang baru saja ia kenal dalam waktu yang relatif singkat.?
Namun bagi orang tuaDalam hal ini sering terjadi sebuah problem,
bagaiman ajika orang tua dan anak berbeda pendapat dan keinginan.
Misalkan dalam hal menentukan sekolah mana yang akan di masuki,
pekerjaan, atau yang sering terjadi dalam lingkup masyarakat seperti menentukan jodoh jodoh misalnya, bahkan tidak jarang seorang anak menikah tanpa memberitahukan kepada kedua orang tuanya, apabila hal ini di lakukan oleh seorangmuslimah maka itu merupakan pelanggaran akhlak dan juga pelanggaran hukum (fiqih), karna seorang wanita harus di nikahkan oleh walinya atau petugas yang mendapatkan perwakilan dari walinya, dan apabila hal tersebut di lakukan oleh seorang pemuda muslim,maka jika kita melihat dari hukum (fiqih) tidak ada yang di langgarnya (nikahnya sah) tapi bagaimana dari segi akhlak, hal ini sering trjadi problem karna seorang anak harus patuh kepada kedua orang tuanya, dalam hal ini biasanya sang anak seringkali ber-alasan karna tidak ingin memungkiri janjinya dan tidak ingin mengecewakan calon isterinya (karena terlanjur berjanji). sebenarnya hal yang harus di lakukan adalah mengajak musyawarah kedua orang tua terlebih dahulu sebelum menikah, jangan setelah dia terbentur baru dia mengaku dan memberi alasan (karena tidak ingin mengecewakan calon isterinya), maka dalam kasus yang seperti ini akhlak seorang anak di uji, apakah dia lebih mengutamakanorang tuanya yang amat besar jasanya, atau mengecewakan wanita yang baru saja ia kenal dalam waktu yang relatif singkat.?
Namun bagi orang tua ini adalah sebuah catatan, bahwa orang tua yang ini adalah sebuah catatan, bahwa orang tua yang bijaksana tidak akan memaksakan keinginanya kepada anakya, meskipun orang tua pazti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, maka orang tua juga harus bisa membuka diri dan berusaha memahami pilihan anakya.
2.Menghormati dan memuliakan orang tuadengan penuh rasa terimakasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa di nilai dengan apapun. Yang melahirkan, mendidik, membesarkan, merawat dan melindungi anaknya.
Seperti dalam firman Allah swt:
“ dan kami wasiatkan (wajibkan) kepada manusia (berbuat baiklah) kepada kedua orang tuamu (ibu dan bapaknya), ibu yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-ku dan kedua ibu bapakmu, hanya kepadakulah kembalimu..”(QS.luqman ayat14)
banyak cara untuk menunjuka rasa hormat kepada orang tua, antara lain, memanggilnya dengan panggilan yang mennjukan hormat, berbicara kepadanya dengan lemah lembut , tidak mengucapkan kata-kata kasar (apa lagi jika mereka sudah lanjut usia), pamit kalau meninggalkan rumah, (kalau tinggal se-rumah), memberi kabar tentang keadaan kita dan menanyakan kabar keduanya lewat surat atau telpon (bila tidak tinggal se-rumah)
3. Membantu orang tua baik secara fisik atau materil, mengerjakan pekerjaan orang tua (terutama ibu) mengerjakan pekerjaan rumah jika sebelu berkeluarga, atau secara finansial, baik untuk membeli makanan, apalagi untu berobat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa, betapapun banyaknya kau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu tidak sebanding, dengan jasanya kepadamu
4. Mendo’akan ibu dan bapak semoga di beri ampunan, rahmat dan kasih sayang oleh Allah swt, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an do’a Nabi nuh memintakan keampunan untuk orang tuanya , dan perintah kepada setiap anak untuk memohonkan rahmat Allah bagi orang tuanya
5. (Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa di teruskan dengan cara antara lain:a) menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya
b) melunasi hutang-hutangnya
c) melaksanakan wasiatnya
d) meneruskan silaturrahim yang di binanya di waktu hidup
e) memuliakan sahabat-sahabatnya
f) mendo’akanya
Uququl walidain
Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa ALLAH SWT menempatkan perintah untuk birrul walidain langsung sesudah perintah untuk beribadah kepada-Nya, maka sebaliknya ALLAH SWT menempatkan uququl walidain sebagai dosa-dosa besarranking kedua sesudah syirik
Uququl walidain artinya mendurhakai kedua orang tua, istilah inipun berasal langsung dari rosulullah saw sebagaimana ddi sebutkan dalam salah satu hadistnya:
“ dosa-dosa besar adalah: memper sekutukan allah. Durhaka kepada kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu..” (HR. Bukhari)
Demikianlah pembahasan tentang birrul walidain sebagai penutup Mari kita berdo’a kepada allah
“ya allah ampunilah dosa-dosaku dan dosa orang tuaku dan kasihilah mereka seperti mereka mengasihiku di waktu kecil”
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-mula menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan religius dalam kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang merupakan hasil dari bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi pekerti yang luhur yang berguna bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa dan negara.
2. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam membina akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi hendaklah orang tua selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya. Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandatama,1994 Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 107.
Drs.Nipan, Fuad Kauma.1997 Membimbing Istri Mendampingi Suami,Yogyakarta.Mitra Pustaka.
Ilyas, yunahar, catatan kuliah, fakultas ushuluddin universitas islam imam muhammad ibn su’ud riyadh saudi arabia. 1980
Komentar
Posting Komentar